potret patung Frederick the Great yang berada di Berlin (commons.wikimedia.org/Morn the Gorn)
Sebenarnya, sebutan "keruntuhan" bagi Kerajaan Prusia bukan berarti kerajaan ini hancur lebur. Kerajaan ini berubah nama dan kedudukan karena berbagai keadaan, tapi masih ada dalam kendali dinasti Hohenzollern. Namun, tentunya pergantian ini terjadi karena ada sejumlah masalah yang dihadapi Kerajaan Prusia pada 1800-an, baik dari eksternal maupun internal. Masalah eksternal yang dihadapi Kerajaan Prusia dimulai saat Napoleon Bonaparte bangkit dan berkuasa di Prancis pada November 1799.
Pada masa kemunculan Napoleon dan Perang Napoleon, Kerajaan Prusia dipimpin oleh Frederick William III. Konflik pertama antara Prusia dengan Prancis pimpinan Napoleon dimulai pada 1806. Dilansir Britannica, Pertarungan Jena jadi awal kekalahan Kerajaan Prusia atas pasukan Napoleon. Kemudian, pasukan gabungan antara Prusia dengan Saxon juga berhasil ditundukkan Little Corporal (julukan Napoleon) dengan relatif mudah. Akibat kekalahan ini, wilayah kekuasaan Prusia jadi berkurang dan kerajaan diwajibkan untuk membayar pajak kepada Napoleon.
Pada posisi terparahnya, wilayah Kerajaan Prusia hanya menyisakan Brandenburg, Silesia, provinsi di Pomerania, Prusia Barat, dan Prusia Timur. Wilayah selatan, Danzig, dan beberapa wilayah yang bersinggungan dengan Polandia terpaksa harus diserahkan pada Prancis sebagai bagian dari perjanjian damai. Bahkan, kekalahan ini membuat Kerajaan Prusia diokupasi oleh Prancis dan harus mengikuti beberapa kebijakan yang dibuat oleh Napoleon.
Beruntung, kehadiran Napoleon di Kerajaan Prusia tak berlangsung lama karena pasukan Koalisi kerajaan-kerajaan Eropa berhasil mengalahkannya pada 1815. Menariknya, pasukan Kerajaan Prusia bersama Britania Raya mengambil peran penting dalam kekalahan Napoleon di Waterloo. Dengan keruntuhan Napoleon dari kursi kepemimpinan Prancis, stabilitas politik monarki di kawasan Eropa kembali stabil.
Akan tetapi, status Kerajaan Prusia justru akan mulai memudar seiring dengan adanya kesadaran unifikasi dari masyarakat Jerman kala itu. Didorong oleh gerakan diplomatis yang dilakukan oleh Otto von Bismarck dan rangkaian kemenangan dalam perang yang mengiringi proses unifikasi, Kerajaan Prusia akhirnya bersatu dan berganti nama menjadi Kekaisaran Jerman di bawah pimpinan Wilhelm I pada 18 Januari 1871.
Meski sudah bersatu menjadi Kekaisaran Jerman, identitas Kerajaan Prusia setidaknya masih bertahan hingga akhir Perang Dunia II. Monarki Prusia di bawah kendali dinasti Hohenzollern masih jadi tanda kalau Kerajaan Prusia tetap hadir dalam pemerintahan Kekaisaran Jerman. Kemudian, runtuhnya Kekaisaran Jerman pasca-Perang Dunia I menandakan akhir dari dinasti Hohenzollern di sana pada 1918. Meski begitu, nama Kerajaan Prusia masih bertahan di bawah kekuasaan Adolf Hitler yang masih menganut sistem administrasi Prusia.
Kerajaan Prusia baru resmi berakhir setelah wilayah Jerman berada dalam kekuasaan Sekutu pasca-Perang Dunia II. Oleh karena wilayah Jerman dibagi-bagi atas empat negara pemenang perang—Amerika Serikat, Britania Raya, Prancis, dan Uni Soviet—Kerajaan Prusia harus dihapuskan di sana. Secara formal, Dewan Kontrol Sekutu membubarkan Prusia secara de jure pada 25 Februari 1947. Menariknya, kanselir Jerman sebelum Adolf Hitler, yaitu Franz von Papen, sebenarnya sudah membubarkan Kerajaan Prusia secara de facto pada 1932.