Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Kapal Mont-Blanc sebelum ledakan dalam kunjungan sebelum perang ke Halifax, 15 Agustus 1900. Foto: Maritime Museum of the Atlantic. (maritimemuseum.novascotia.ca)

Ledakan Halifax menjadi salah satu bencana buatan manusia yang paling tragis dalam sejarah di Amerika Utara. Pada 6 Desember 1917, tabrakan kapal pemasok Norwegia dengan kapal barang Prancis yang mengangkut bahan peledak berdaya ledak tinggi di jalur sempit antara Halifax, Lembah Bedford di Nova Scotia, dan Atlantik mengakibatkan ledakan yang belum pernah terjadi sebelumnya. 

Ribuan orang tewas dan terluka dalam ledakan awal, ditambah lagi terjadinya kebakaran dan tsunami yang diciptakan akibat gelombang ledakan. Seperti apa kisah selengkapnya? Terus baca di poin-poin berikut, ya! 

1. Halifax dan Perang Dunia I

Halifax sebelum ledakan (treehugger.com/Arsip Nova Scotia)

Ibu kota provinsi timur Kanada, Nova Scotia, Halifax telah lama menjadi pusat perdagangan dan industri yang strategis. Terletak di pantai Atlantik, Pelabuhan Halifax, di sebelah barat diapit oleh kota Halifax dan Dartmouth, secara tradisional merupakan pelabuhan perdagangan dan logistik yang krusial di masa perang, terutama Perang Dunia I. 

Sebagaimana dirinci oleh Laura M. McDonald dalam Curse of the Narrows: The Halifax Explosion of 1917, lalu lintas pelabuhan membengkak dari 2 juta menjadi 17 juta ton per tahun dengan munculnya konflik di Eropa. 

Dengan terlibatnya Amerika Serikat pada tahun 1917 dalam perang, pelabuhan penting Kanada ini menjadi target potensial bagi kapal U-Boot Jerman. Akhirnya, kapal patroli dan jaring anti-kapal selam dipasang untuk melindungi persediaan dan amunisi yang terus meninggalkan Pelabuhan Halifax menuju Eropa.

Selain itu, jalur sempit antara Lintasan Timur pelabuhan dan Teluk Bedford menjadi titik penghalang bagi kapal musuh. Ironisnya, semua ini justru memperburuk keadaan yang akan mengarah pada salah satu bencana maritim terbesar dalam sejarah. 

2. SS Imo dan Mont-Blanc

Kapal Mont-Blanc sebelum ledakan dalam kunjungan sebelum perang ke Halifax, 15 Agustus 1900. Foto: Maritime Museum of the Atlantic. (maritimemuseum.novascotia.ca)

Awalnya diluncurkan sebagai SS Runic oleh White Star Line Inggris Raya, perusahaan pelayaran yang paling dikenal karena meluncurkan RMS Titanic yang nahas pada tahun 1912, SS Imo adalah kapal pemasok perburuan paus yang dioperasikan oleh Perusahaan Perburuan Ikan Paus Pasifik Selatan. Kapal yang diangkut di Norwegia, disewa oleh Komisi Bantuan Belgia, sebuah organisasi amal swasta yang didedikasikan untuk mengangkut bahan makanan dan bantuan kemanusiaan ke Eropa yang dilanda perang.

Kapal yang berlayar di bawah naungan badan amal dapat melintasi Atlantik tanpa khawatir diganggu oleh pasukan Inggris atau Jerman. Namun, Jerman mendeklarasikan perang kapal pada tahun 1917. Awak kapal seperti Imo sering menghadapi bahaya tenggelam atau disitanya muatan mereka. 

Sementara itu, kapal barang Mont-Blanc Prancis, mengangkut asam pikrat (bahan peledak kimia yang sangat mudah menguap dan digunakan dalam peluru artileri), nitroselulosa (digunakan dalam amunisi yang juga dikenal sebagai guncotton), TNT, dan bahan bakar kapal benzol.

Pada 6 Desember 1917, kapal Mont-Blanc dalam perjalanan dari New York menuju Halifax untuk konvoi dalam perjalanan panjang yang berbahaya melintasi Atlantik. Untuk menghindari sasaran kapal musuh, Mont-Blanc memanfaatkan penangguhan masa perang dengan mengibarkan bendera merah untuk memperingatkan lalu lintas laut tentang bahan peledak yang diangkutnya. 

3. Tabrakan di pelabuhan Halifax

Seperti yang diceritakan dalam The Curse of the Narrows karya Laura McDonald, tabrakan yang memicu ledakan Halifax itu karena adanya pelanggaran etiket maritim. Pada pagi hari tanggal 6 Desember 1917, kapal SS Imo, yang terlambat berlayar sehari karena penundaan pengisian bahan bakar, menuju terusan Narrows di sisi yang salah, SS Imo berada di jalur Mont-Blanc yang sarat bahan peledak. 

Saat Imo memasuki Narrows, Francis Mackey, pilot Mont-Blanc, melihat kapal bantuan Belgia itu. Khawatir jika tabrakan akan meledakkan muatannya, Mackey mengarahkan Mont-Blanc sekuat tenaga ke pelabuhan. Mont-Blanc membunyikan peluitnya tiga kali saat Mackey membalikkan arah kapal amunisi. Meski demikian, upaya kedua kru itu sia-sia. SS Imo menembus lambung Mont-Blanc. 

4. Ledakan yang luar biasa

Laura McDonald menulis bahwa awak Mont-Blanc awalnya merasa lega setelah tabrakan tersebut. Meskipun kapal rusak parah, ruang penyimpanan peledak TNT masih aman. Namun, kelegaan kru berubah menjadi kengerian ketika SS Imo melepaskan haluannya dari lambung Mont-Blanc. Saat kapal terpisah, barel bensin yang sangat mudah terbakar terbalik, membanjiri dek Mont-Blanc. Percikan api berterbang dari sekat baja gerinda yang memicu tumpahan bahan bakar. Segera, kapal amunisi Prancis itu terbakar.

Seperti yang dilaporkan oleh History.com, banyak orang yang menyaksikan kebakaran di tepi pantai Halifax dan Dartmouth. Menurut Maritime Museum of the Atlantic, kebakaran itu memicu ledakan dengan kekuatan bom 3 kiloton. Kekuatan ledakan menghancurkan kedua sisi Narrows. Puing-puing dan potongan-potongan Mont-Blanc terlempar dalam radius 5 mil.

Sally M. Walker, penulis Blizzard of Glass, menulis bahwa Alan Ruffman dan David Simpson, dua ilmuwan yang mempelajari daya ledak Mont-Blanc, memperkirakan bahwa suhu di pusat ledakan sekitar 5.000 derajat Celcius. Kecepatan gelombang kejutnya sekitar 5.000 kaki per detik - hampir lima kali lebih cepat daripada kecepatan suara yang bergerak di udara. 

5. Hancurnya Halifax

Pelabuhan Halifax setelah ledakan pada bulan Desember 1917. (nytimes.com/Nova Scotia Public Archives)

Menurut Disasters of Atlantic Canada: Stories of Courage and Chaos, oleh Vernon Oickle, ledakan Halifax menewaskan lebih dari 1.900 orang. Ditambah 100 lainnya yang meninggal karena cedera pada bulan-bulan berikutnya. Sekitar 9.000 orang terluka dalam ledakan itu. Namun, jumlah korban jiwa yang sebenarnya mungkin tidak pernah diketahui karena besarnya bencana tersebut. 

Sebagian besar Ujung Utara Halifax, seluas 130 hektar (setengah mil persegi), hancur total. Distrik Richmond di Halifax dan Tufts Cove di sisi lain Narrows di Dartmouth terkena ledakan parah. Seperti yang diceritakan oleh Sally M. Walker, penulis Blizzard of Glass, setiap bangunan antara pelabuhan, Fort Needham, Young Street, dan Rector Street, menjadi puing-puing.

Pusat-pusat industri utama seperti Kilang Gula Acadia, Pabrik Percetakan Richmond, dan Hillis Foundry ikut hancur lebur dalam sekejap mata. Semua gereja, sekolah, dan panti asuhan Richmond luluh lantah. Secara keseluruhan, 12.000 bangunan dalam radius 16 mil rusak. Jendela-jendela hancur dalam radius 50 mil dari ledakan, ledakan itu bisa dirasakan hingga Sydney, Cape Breton, 270 mil timur laut Halifax. 

6. Tsunami, kebakaran, dan salju

Turunnya salju setelah terjadinya ledakan Halifax. (jordanbarab.com)

Seperti yang diceritakan dalam Curse of the Narrows, panas hebat dari ledakan awal di lambung Mont-Blanc menguapkan air dalam radius 20 kaki di sekitar kapal. Saat tekanan dari gelombang ledakan mereda, itu menciptakan tsunami yang mematikan. Kapal, rumah, dan orang-orang tersapu air setinggi 20 kaki di kedua sisi pelabuhan. 

Namun, ledakan dan tsunami bukanlah satu-satunya yang dihadapi warga Halifax dan Dartmouth pada 6 Desember 1917. Rumah warga juga dilanda kebakaran akibat ledakan. Belum lagi, badai salju melanda Halifax keesokan paginya. Suhu turun menjadi -8 derajat Celcius saat salju menyelimuti kota yang hancur itu. Akibatnya, es dan salju menghalangi jalur kereta yang memuat relawan dan persediaan medis. 

7. Paranoia masa perang dan salah tangkap

beberapa korban tewas ledakan Halifax (sputniknews.com)

Para korban selamat menganggap bahwa Jerman berada di balik ledakan itu. Sebagaimana dirinci dalam The Curse of the Narrows, bahkan militer pun tidak yakin tentang penyebabnya dalam beberapa jam pertama setelah bencana. Peringatan tentang kemungkinan serangan Jerman di pelabuhan membuat warga Halifax menjadi sangat waspada. 

Beberapa hari setelah ledakan, sentimen anti-Jerman merajalela. Pada 10 Desember 1917, Halifax Herald mengumumkan bahwa semua orang Jerman di Halifax ditangkap dan dipenjara.

Paranoia masa perang meluas ke anggota kru Mont-Blanc dan SS Imo yang selamat. John Johansen, satu-satunya anggota awak kapal Imo yang masih hidup, diinterogasi karena dicurigai sebagai mata-mata karena ia memiliki sebuah buku Jerman. Terluka dan dipenjara, Johansen juga dituduh telah membunuh kapten Imo dan mengarahkan kapal ke Mont-Blanc. Padahal, pemeriksaan lebih lanjut mengungkapkan bahwa buku tersebut ditulis dalam bahasa Norwegia. Pada akhirnya, dugaan kelalaian Kapten Mont-Blanc Aimé Le Medec dan pilot Francis Mackey adalah penyebab utama tabrakan tersebut. 

8. Hancurnya penduduk asli

Foto sekitar tahun 1871 ini menunjukkan anggota komunitas Mi'kmaq di Turtle Grove sebelum dihancurkan oleh ledakan Halifax. (cbc.ca/Nova Scotia Archives)

Salah satu insiden paling tragis adalah hancurnya Turtle Grove. Sebuah komunitas kecil Miꞌkmaq, penduduk asli yang berasal dari provinsi Atlantik Kanada, yang telah mendiami Turtle Grove, atau juga dikenal sebagai Tufts Cove, sejak abad ke-17. Seperti dilaporkan dalam artikel Desember 2017 yang diterbitkan di The Signal, Turtle Grove terdiri dari segelintir keluarga, tujuh tempat tinggal wigwam, dan sebuah sekolah yang terletak di pantai Dartmouth.

Selama bertahun-tahun, Miꞌkmaq berselisih dengan pemilik tanah setempat atas pemukiman tersebut. Namun, pada tahun 1917, mereka mengalami cukup banyak intoleransi dari tetangga kulit putih mereka dengan mengajukan banding ke Department of Indian Affairs tentang relokasi. Pemindahan itu dijadwalkan selama satu minggu setelah ledakan.

Turtle Grove hancur dalam ledakan dan tsunami yang terjadi kemudian. Tragedi itu tidak mengurangi prasangka kulit putih terhadap Miꞌkmaq. Setelah ledakan, orang kulit putih menuduh penduduk asli yang selamat, dengan melintasi Narrows dan menjarah reruntuhan di Halifax. 

9. Kisah tragis Africville setelah ledakan Halifax

Africville (halifax.ca)

Upaya bantuan di Halifax dirusak oleh rasisme. Seperti yang diceritakan dalam Curse of the Narrows, Africville, yang terletak di Bedford Basin di ujung utara Halifax, adalah komunitas kelas pekerja Afrika Kanada yang sedang berkembang. Penduduknya, banyak yang bekerja di rel kereta api dan galangan kapal Halifax. Meskipun menjadi warga negara yang membayar pajak, penduduk Africville tidak diizinkan memiliki jalan beraspal serta layanan air dan saluran pembuangan. 

Terlindung di lereng bukit, Africville terhindar dari kehancuran besar yang melanda Halifax dan Dartmouth. Namun, rumah-rumah rusak parah dan sepuluh orang meninggal. Pencairan dana bantuan untuk komunitas kulit hitam ini dikurangi hanya menjadi 10% dari kerugian yang terjadi. Seringkali mereka menerima dana bantuan yang lebih sedikit.

10. Pahlawan Halifax

Seperti yang diceritakan oleh Maritime Museum of the Atlantic, pada 6 Desember 1917, seperti biasa, pria bernama Patrick Vincent Coleman pergi ke stasiun kereta Richmond tempat di mana ia bekerja sebagai petugas operator Kereta Api Pemerintah Kanada. Posisinya berada di tengah jalur stasiun. Hanya beberapa meter, Coleman dapat melihat dengan jelas pelabuhan dan lalu lintasnya. Ia bertugas mengarahkan lalu lintas kereta api yang masuk dan keluar pelabuhan. 

Coleman mendengar tabrakan dari kapal Mont-Blanc dan Imo di Narrows. Dari sudut pandangnya, Coleman melihat asap hitam tebal membubung ke langit dari kapal amunisi Prancis itu. Coleman segera memberi peringatan ke kereta penumpang yang masuk dari telegrafnya - "Kapal amunisi terbakar di pelabuhan menuju Dermaga 6 dan akan meledak. Jika ini terjadi, ini akan menjadi pesan terakhir saya. Selamat tinggal."

Beberapa saat kemudian, Coleman tewas dalam ledakan itu. Peringatannya itu menyelamatkan 300 nyawa penumpang kereta menuju Halifax dari New Brunswick.

Ledakan Halifax menjadi mimpi buruk dari generasi ke generasi. Sampai akhirnya, warga yang tinggal di sana enggan mengingat kembali momen menyedihkan yang pernah menimpa orang tua atau kakek-nenek mereka. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team