ilustrasi kodok di atas tanaman air (unsplash.com/Erzsebet Vehofsics)
Perubahan iklim menimbulkan pertanyaan serius tentang kemampuan kodok untuk beradaptasi dengan cepat. Kodok, seperti banyak spesies lain, memiliki keterbatasan biologis dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan suhu, pola hujan, dan kekeringan yang semakin ekstrem.
Para ahli menilai laju perubahan iklim terjadi jauh lebih cepat dibandingkan kemampuan hewan untuk berevolusi atau mengubah perilaku mereka. Beberapa spesies mungkin memiliki peluang untuk bertahan dengan menyesuaikan pola hidup atau habitat, tetapi sebagian besar kemungkinan tidak mampu mengikuti kecepatan perubahan ini.
Hal ini menempatkan banyak populasi kodok dalam posisi rentan, terutama yang hidup di lingkungan dengan kondisi khusus seperti hutan hujan yang bergantung pada kelembapan stabil untuk kelangsungan hidup mereka.
Kulit kodok memberi mereka cara unik untuk bernapas dan minum, tetapi juga menjadikan mereka rentan terhadap perubahan lingkungan. Peran penting mereka dalam ekosistem membuat keberlangsungan hidup kodok bukan hanya soal satu spesies, melainkan keseimbangan alam secara keseluruhan.
Referensi
"Climate Change and Habitat Loss Are Big Factors in Frog Pandemic". Diakses pada September 2025. The University of Texas at Austin.
Schwenk, Kurt, and Jackson R. Phillips. “Circumventing Surface Tension: Tadpoles Suck Bubbles to Breathe Air.” Proceedings of the Royal Society B Biological Sciences 287, no. 1921 (February 19, 2020).
"How Do Frogs Breathe?". Diakses pada September 2025. Britannica.
"How do frogs breathe and drink through their skin?". Diakses pada September 2025. Live Science.