10 Alasan Generasi Kini Gak Berbeda dengan Pendahulunya

Mengkhawatirkan masa tua yang berhubungan dengan aset dan investasi itu bukan cuma masalah anak zaman sekarang. Sejak zaman dulu, ada orang yang telah memiliki rumah di usia relatif muda dan ada orang yang belum memiliki aset hingga usia senja.

Sama halnya dengan sekarang, banyak kok pengusaha muda yang sudah punya aset maupun yang tidak bagus dalam perencanaan keuangan. Kebiasaan ini ditemukan di semua generasi. Tergantung tiap individunya.

Mendukung hal tertentu, anti terhadap hal tertentu dan protes keras terhadap sesuatu itu ada di semua generasi. Semua generasi memiliki sosok yang toleran dan bijak, begitu juga sosok yang diskriminatif dan anarkis. Sikap-sikap tersebut tidak dapat mendeskripsikan generasi manapun.

Selalu ada teknologi atau penemuan baru yang dialami oleh tiap generasi. Penemuan dalam tiap generasi tersebut juga dianggap mengganggu kebiasaan sehari-hari. Seperti halnya saat ini, penilaian tersebut keluar dari generasi sebelumnya.

Biasanya karena mereka benar-benar merasakan perubahan drastis dalam kesehariannya sebagai akibat adanya penemuan tersebut. Generasi ini bisa saja memiliki smartphone, namun generasi-generasi sebelumnya memiliki hal lain yang juga "mengganggu". Masih ingat saat kamu ditegur "sms-an melulu nih!"?

Seperti selayaknya senior dalam institusi manapun pada umumnya, generasi yang lebih baru selalu mendapat penilaian kualitas emosional dan ketahanan mental yang menurun. Generasi yang lebih dulu di semua era akan selalu merasa bahwa mereka makan asam garam lebih banyak dan lebih siap menghadapi hidup daripada generasi baru. Padahal ini sesuatu yang wajar.

Di zaman dahulu, kencan buta sudah dianggap sebagai inovasi baru dalam memfasilitasi kehidupan asmara. Saat ini, generasi muda memiliki banyak aplikasi smartphone yang dapat memfasilitasi mereka menemukan pasangan asmaranya, bahkan bisa mencari berdasarkan lokasi terdekat. Inovasi-inovasi dalam kehidupan asmara terjadi di semua generasi.

Keseimbangan kerja dan hidup selalu ditekankan setiap waktu. Kita dianjurkan untuk melakukan kerja yang mampu memberikan keseimbangan waktu antara di kantor dan secara sosial di luar kerja. Namun setiap generasi dari dulu selalu gagal melakukannya karena hanya dinilai dari saat mereka masuk kerja pertama kali.

Generasi baru yang memulai masuk kerja dan mengeluh akan dianggap generasi sebelumnya sebagai pribadi yang tidak memaknai pekerjaan. Ketika lahir lagi generasi yang lebih baru, akan berlaku seperti itu seterusnya.

Petualang yang mengelilingi Indonesia bahkan dunia itu sudah ada sejak lama. Menaklukkan medan ekstrem dan pergi ke tempat-tempat eksotis sudah dilakukan orang dari semua generasi. Bahkan ketika ada tempat wisata yang seakan "belum tersentuh" bukan berarti kamu yang pertama menemukannya.

Hanya saja saat ini ada media sosial, sehingga kamu bisa mengabadikannya jadi seakan kamu termasuk salah satu orang pertama yang menemukannya. Berkesan anti-mainstream gitu.

Sering mengomentari ketika anak muda generasi sekarang mengambil foto selfie dan wefie. Coba saja jika dulu kamera dengan mudah mencetak foto seperti sekarang gak usah pakai roll film ataupun ada media untuk mengunggah dan memamerkan sesuatu, yakin mereka gak akan selfie atau wefie?

Bahkan kebiasaan selfie dan wefie gak ada apa-apanya kalau dibandingkan dengan zaman Renaisans atau Victorian. Bayangkan mereka sampai menyewa pelukis-pelukis ternama dunia hanya untuk mengabadikan gambar dan melukis diri mereka.

Saking bangganya mereka dengan diri mereka sendiri. Bersyukur kan, kita cuma lihat foto selfie dan wefie orang lain? bukan melihat mereka dibuatkan lukisan diri ataupun patung diri yang dipajang di umum.

Pihak yang doyan belanja dan hambur-hambur uang itu ada di semua generasi. Kebiasaan belanja generasi ini lebih terekspos hanya karena sekarang segalanya serba online.

Barang yang dibeli bisa dipamerkan di media sosial. Kalau ada fasilitas yang sama dari zaman dulu, beberapa orang juga pasti akan melakukannya kok. Ini tentang sikap individu bukan sikap generasi.

Tiap generasi itu punya sosok bijak luar biasa yang bisa kita jadikan panutan dan tiap generasi juga memiliki sosok buruk luar biasa yang cuma bikin malu generasinya. Sama sekali gak ada gunanya membeda-bedakan dalam menyikapi tiap generasi, semua ada lebih dan kurangnya.

Pembelajaran itu bisa didapatkan di manapun dan dari siapapun, bahkan melalui yang berusia lebih muda dari kita sekalipun. Jangan pernah berhenti belajar, terutama antar generasi, agar kita bisa saling berbagi dalam cara menghadapi hidup dengan lebih baik. Semua generasi sama, hanya saja saat ini ada media sosial sehingga semua lebih terekspos.