Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
unsplash/Osman Rana

Untuk mengatasi wilayah yang kekeringan dan juga mengurangi kebakaran hutan, pemerintah memberikan solusi yang cukup ampuh yaitu menurunkan hujan buatan. Pasti kita sudah gak asing dong dengan istilah yang satu ini. Namun, banyak orang yang menduga bahwa membuat hujan buatan berarti pemerintah menerbangkan pesawat dan menurunkan hujan dari atas. Padahal prosesnya gak seperti itu lho, gengs.

Proses untuk menurunkan hujan buatan sendiri tentunya gak mudah dan juga gak murah. Beberapa hal perlu dipersiapkan dengan matang, termasuk perhitungan soal arah angin dan lain sebagainya. 

Untuk lebih lengkapnya dan biar kita semua lebih tau soal proses hujan buatan itu sendiri, yuk baca poin-poin berikut ini.

1. Memerlukan bahan kimia untuk memancing pembentukan awan hujan

unsplash/Dallas Reedy

Untuk menciptakan hujan buatan, diperlukan zat kimia demi terbentuknya awan hujan. Bahan kimia tersebut adalah zat glasiogenik yang terdiri atas Argentium Iodida atau Perak Iodida. Nah, zat kimia inilah yang nantinya ditaburkan pada awan paling yang dianggap paling berpotensi untuk menurunkan hujan.

2. Waktu dan ketinggian awan harus diperhitungkan dengan baik

unsplash/Dallas Reedy

Waktu yang paling ideal untuk menaburkan bahan kimia ini adalah di pagi hari. Yaitu sekitar jam 7 pagi. Karena awan terbentuk secara alami pada lagi hari. Untuk ketinggiannya sendiri yaitu sekitar 4.000 sampai 7.000 kaki dari permukaan laut. Selain itu, faktor lain yang perlu diperhitungkan adalah arah angin dan kecepatannya. Sehingga hujan bisa turun di titik yang diinginkan.

3. Selain zat kimia, garam dan Urea juga diperlukan untuk membuat hujan

unsplash/Jason Tuinstra

Selain zat kimia glasiogenik yang tadi dijelaskan, zat kimia lain juga diperlukan untuk membuat turunnya hujan. Zat tersebut adalah higroskopis yang berupa garam (NaCl), CaCl2, serta Urea. Zat higroskopis ini berfungsi untuk menggabunhkan butir-butir air di awan. Bukan sembarang garam ya, yang dipakai dalam proses pembuatan hujan ini adalah yang bentuknya bubuk, dengan diameter per butir nya sekitar 10 hingga 50 mikron.

4. Semua bahan kimia tersebut ditaburkan ke awan menggunakan pesawat terbang

unsplash/Anti

Semua bahan kimia tersebut, kecuali Urea, ditaburkan ke awan yang berpotensi tinggi untuk menurunkan hujan, biasanya adalah awan cumulus. Menggunakan pesawat terbang, dengan memperhitungkan arah angin, kecepatan angin, serta ketinggian, proses penaburan bisa dilakukan. Setelah ditaburkan, bahan kimia tersebut akan mendorong awan untuk berkondensasi membentuk awan yang lebih besar menjadikan proses turunnya hujan terjadi lebih cepat.

5. Disusul dengan penaburan Urea beberapa jam kemudian

unsplash/Cameron Kitson

Selanjutnya, Urea ditaburkan di awan beberapa jam setelah penaburan bahan kimia yang pertama. Hal ini nantinya membantu awan untuk terbentuk dengan cara menggabungkan kelompok awan kecil untuk membentuk awan besar berwarna abu-abu. Awan besar berwarna abu inilah yang sering kita namakan sebagai awan hujan.

6. Terakhir, larutan bahan kimia kembali ditaburkan ke awan

unsplash/Alex Kondratiev

Setelah proses pembentukan awan hujan tersebut, proses penaburan kembali dilakukan. Bedanya, kali ini bahan yang ditaburkan dalam bentuk larutan. Komposisinya yaitu air, urea, dan amonium nitrat dengan perbandingan 4:3:1. Tujuan dari penaburan larutan ini yaitu untuk mendorong awan membentuk butir-butir air dalam ukuran yang besar, karena butiran yang besar inilah yang bisa menimbulkan hujan.

Teknologi yang luar biasa memang sangat membantu dalam segala aspek kehidupan kita ya. Termasuk di dalamnya proses pembuatan hujan buatan ini. Meski menelan biaya yang cukup besar, namun hujan buatan memang menjadi solusi yang cukup ampuh dalam atasi kekeringan serta kebakaran hutan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team