Demonstrasi menolak teknologi 5G di Jerman, Senin (22/6/2020). (dok. The Telegraph)
Pada dasarnya, manusia membutuhkan legitimasi atau keterangan valid akan pengakuan terhadap dirinya sendiri. Manusia menuntut untuk didengarkan meskipun pendapatnya mungkin tidak benar. Jika hal ini tidak terakomodasi dengan baik, ditambah dengan kondisi perekonomian yang makin sulit, sudah sewajarnya ada banyak orang percaya dengan teori konspirasi.
Bahkan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pernah menyatakan bahwa keyakinan akan konspirasi sudah menjadi infodemik atau membeludaknya informasi salah dan misleading di tengah pandemik. Pengaruh informasi yang salah dan penuh dengan hoaks dapat memicu banyak orang melegitimasi dirinya sendiri sebagai pihak yang paling benar.
Itu sebabnya, ada sebagian orang yang bisa dengan mudah merobohkan menara telekomunikasi hanya gara-gara opini pribadinya yang berkenaan dengan teknologi 5G. Padahal, opininya tersebut tidak benar dan sangat tidak masuk akal. Jadi, haus akan pengakuan, ditambah penerimaan informasi yang salah, membuat seseorang bisa percaya teori konspirasi secara fanatik.
Nah, bagaimana dengan pembahasan teori konspirasi kali ini? Dengan penjelasan gamblang di atas, apakah kamu masih percaya dengan teori konspirasi?