Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi lupa (pexels.com/Kaboompics.com)
ilustrasi lupa (pexels.com/Kaboompics.com)

Intinya sih...

  • Jamais vu adalah fenomena kebalikan dari déjà vu

  • Lebih langka daripada déjà vu, bisa terjadi saat menulis atau mengemudi

  • Eksperimen menunjukkan bahwa jamais vu bisa dipicu dengan pengulangan kata hingga kehilangan makna

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Repetisi memiliki hubungan aneh dengan pikiran manusia. Salah satu contohnya adalah déjà vu, pengalaman ketika kita merasa pernah berada dalam situasi baru padahal tidak pernah terjadi, yang menimbulkan sensasi seolah-olah masa lalu hadir kembali.

Riset menunjukkan bahwa déjà vu sebenarnya adalah jendela untuk memahami cara kerja sistem memori. Fenomena ini muncul ketika bagian otak yang mendeteksi rasa familiar tidak selaras dengan kenyataan. Menariknya lagi, ada fenomena yang berbalikan dari déjà vu bernama jamais vu. Apa sebenarnya fenomena ini? Simak penjelasannya menurut sains.

1. Apa itu jamais vu?

Kalau déjà vu adalah sensasi merasa pernah mengalami sesuatu sebelumnya, maka kebalikannya disebut jamais vu. Fenomena ini terjadi ketika hal yang sebenarnya sangat akrab justru terasa asing atau baru. Misalnya, saat melihat wajah yang sudah dikenal tapi tiba-tiba terasa asing, atau ketika musisi mendadak lupa bagian lagu yang sangat sering ia mainkan.

Bahkan, kita bisa mengalaminya saat berada di tempat yang familiar tapi mendadak terasa seperti melihatnya dengan “mata baru”. Penelitian terbaru yang mendapat penghargaan Ig Nobel di bidang literatur pun menyingkap mekanisme di balik pengalaman aneh ini.

2. Lebih langka daripada déjà vu

ilustrasi lupa untuk hidup (unsplash.com/Elham Abdi)

Jamais vu tergolong pengalaman yang jauh lebih langka dibanding déjà vu, bahkan bisa terasa lebih aneh dan mengganggu. Dalam survei, banyak orang menggambarkan contoh konkretnya, seperti saat menulis kata sederhana dengan benar, misalnya appetite, namun terus-menerus meragukannya hingga kata itu terlihat salah.

Fenomena ini kerap muncul karena pengulangan atau terlalu lama menatap sesuatu, meski tidak selalu begitu. Salah satu peneliti, Akira, bahkan pernah mengalaminya saat mengemudi di jalan tol, ketika pedal dan setir tiba-tiba terasa asing hingga ia harus menepi untuk “mengatur ulang” persepsinya. Untungnya, kasus seperti ini terbilang jarang terjadi di kehidupan sehari-hari.

3. Eksperimen menghadirkan jamais vu di laboratorium

Meski masih sedikit dipahami, para peneliti berasumsi bahwa jamais vu bisa cukup mudah dipicu dalam kondisi terkontrol. Caranya dengan meminta seseorang mengulang-ulang suatu kata hingga terasa aneh atau kehilangan makna.

Dalam sebuah eksperimen, 94 mahasiswa diminta menyalin 12 kata, mulai dari yang umum seperti door hingga yang jarang digunakan seperti sward, secepat mungkin. Mereka memiliki kebebasan untuk berhenti kapan saja.

Alasan berhenti beragam, mulai dari bosan, tangan pegal, hingga merasa ada yang “aneh”. Menariknya, sekitar 70% peserta menghentikan aktivitasnya setidaknya sekali karena mengalami sensasi jamais vu, yang biasanya muncul setelah satu menit atau sekitar 33 pengulangan, terutama pada kata-kata yang sudah sangat familiar.

4. Ketika kata "the" kehilangan maknanya

Dalam eksperimen lanjutan, peneliti hanya menggunakan satu kata paling umum dalam bahasa Inggris, yaitu “the”. Hasilnya cukup mengejutkan, dengan 55% peserta menghentikan penulisan dengan alasan yang sesuai dengan definisi jamais vu, kali ini setelah rata-rata 27 pengulangan.

Para peserta menggambarkan pengalaman mereka dengan cara yang beragam, mulai dari “kata ini kehilangan maknanya semakin sering dilihat,” hingga “rasanya seperti kehilangan kendali atas tangan.”

Ada juga yang melaporkan pengalaman lebih ekstrem, seperti merasa seakan-akan kata “the” bukan benar-benar sebuah kata, melainkan tipuan yang membuat mereka percaya seolah itu sesuatu yang nyata.

5. Bukan fenomena baru

ilustrasi menulis (pexels.com/andrea piacquadio)

Meski penelitian ini akhirnya dipublikasikan setelah 15 tahun, ide dasarnya ternyata bukan sepenuhnya baru. Salah satu peneliti, Chris, terinspirasi dari pengalamannya menulis kalimat berulang sebagai hukuman di sekolah yang membuat tulisan terasa aneh dan seakan tidak nyata.

Namun, jejak sejarah menunjukkan bahwa pada tahun 1907, tokoh psikologi yang kurang dikenal, Margaret Floy Washburn, bersama mahasiswanya, sudah melakukan eksperimen serupa. Mereka menemukan bahwa kata-kata yang dipandang terlalu lama bisa kehilangan maknanya, menjadi aneh, dan terpecah-pecah seiring waktu. Fenomena yang kini kita kenal sebagai jamais vu.

6. Jamais Vu sebagai mekanisme ‘reality check’

Kontribusi unik dari penelitian ini adalah gagasan bahwa hilangnya makna akibat pengulangan disertai dengan perasaan tertentu, yaitu jamais vu.

Fenomena ini berfungsi sebagai sinyal bahwa sesuatu telah menjadi terlalu otomatis, terlalu lancar, atau terlalu repetitif, sehingga otak perlu melakukan “reset” dengan menciptakan sensasi keterasingan.

Dengan kata lain, jamais vu adalah bentuk pengecekan realitas yang membantu kita keluar dari kebiasaan mekanis agar perhatian tetap fleksibel. Penjelasan ilmiah yang berkembang menyebutnya sebagai bentuk “satiation,” yaitu kejenuhan representasi hingga menjadi tidak masuk akal.

Fenomena terkait juga bisa dilihat pada verbal transformation effect, ketika pengulangan kata berulang kali memunculkan variasi bunyi baru di telinga. Ini akhirnya menyebabkan kata “tress” bisa terdengar berubah menjadi “dress,” “stress,” atau bahkan “florist.”

Fenomena jamais vu mengingatkan kita bahwa otak tidak hanya sekadar mesin pengingat, tetapi juga memiliki mekanisme untuk menjaga fleksibilitas dan kewaspadaan. Meski masih jarang diteliti, pengalaman aneh ini membuka jendela baru untuk memahami bagaimana memori, persepsi, dan perhatian bekerja.

Referensi

Moulin, Chris J. A., Nicole Bell, Merita Turunen, Arina Baharin, and Akira R. O’Connor. “The The the the Induction of Jamais Vu in the Laboratory: Word Alienation and Semantic Satiation.” Memory 29, no. 7 (February 20, 2020): 933–42.
"Jamais vu: the science behind eerie opposite of déjà vu". Diakses pada September 2025. The Conversation.

Editorial Team