Kontribusi unik dari penelitian ini adalah gagasan bahwa hilangnya makna akibat pengulangan disertai dengan perasaan tertentu, yaitu jamais vu.
Fenomena ini berfungsi sebagai sinyal bahwa sesuatu telah menjadi terlalu otomatis, terlalu lancar, atau terlalu repetitif, sehingga otak perlu melakukan “reset” dengan menciptakan sensasi keterasingan.
Dengan kata lain, jamais vu adalah bentuk pengecekan realitas yang membantu kita keluar dari kebiasaan mekanis agar perhatian tetap fleksibel. Penjelasan ilmiah yang berkembang menyebutnya sebagai bentuk “satiation,” yaitu kejenuhan representasi hingga menjadi tidak masuk akal.
Fenomena terkait juga bisa dilihat pada verbal transformation effect, ketika pengulangan kata berulang kali memunculkan variasi bunyi baru di telinga. Ini akhirnya menyebabkan kata “tress” bisa terdengar berubah menjadi “dress,” “stress,” atau bahkan “florist.”
Fenomena jamais vu mengingatkan kita bahwa otak tidak hanya sekadar mesin pengingat, tetapi juga memiliki mekanisme untuk menjaga fleksibilitas dan kewaspadaan. Meski masih jarang diteliti, pengalaman aneh ini membuka jendela baru untuk memahami bagaimana memori, persepsi, dan perhatian bekerja.
Referensi
Moulin, Chris J. A., Nicole Bell, Merita Turunen, Arina Baharin, and Akira R. O’Connor. “The The the the Induction of Jamais Vu in the Laboratory: Word Alienation and Semantic Satiation.” Memory 29, no. 7 (February 20, 2020): 933–42.
"Jamais vu: the science behind eerie opposite of déjà vu". Diakses pada September 2025. The Conversation.