TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Jemparingan, Panahan Tradisional yang Digemari Anak-Anak dan Remaja

Jemparingan merupakan olah raga panahan tradisional

jemparingan (dok. pribadi/Ari Budiadnyana)

Jemparingan merupakan jenis olahraga tradisional yang menggunakan alat busur dan panah. Panahan tradisional ini berasal dari Yogyakarta. Saat ini, telah bernaung di bawah Komite Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia (KORMI).

Jemparingan berasal dari kata jemparing yang berarti 'anak panah'. Jemparingan adalah salah satu warisan budaya leluhur yang perlu dilestarikan, terutama oleh generasi muda, sehingga warisan-warisan leluhur yang adiluhung ini tidak punah dimakan waktu.

1. Berawal dari Kesultanan Yogyakarta

Istri Ajik Anom sedang melatih para pemanah tradisional. (dok. pribadi/Ari Budiadnyana)

Menurut Anak Agung Anom Giri, tokoh sekaligus pelatih panahan tradisional di Bali, jemparingan ini berawal dari raja pertama Kesultanan Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono I, yang menginginkan prajurit kerajaannya belajar memanah sebagai sarana membentuk watak kesatria. Seiring waktu, seni memanah ini sering dimainkan banyak orang dari kalangan rakyat biasa.

Karena berasal dari Kesultanan Yogyakarta, jemparingan dikenal juga dengan sebutan panahan tradisional gaya Mataram Ngayogyakarta. Seni memanah ini memiliki keunikan tersendiri dari olahraga panahan modern.

Baca Juga: Sunnah Rasul, Ini 5 Manfaat Belajar Panahan untuk Si Buah Hati

2. Menggunakan busur dari bahan kayu atau bambu

busur jemparingan yang terbuat dari kayu atau bambu (dok. pribadi/Ari Budiadnyana)

Jemparingan ini memiliki perbedaan dengan panahan modern, di mana salah satunya adalah busur panah terbuat dari bambu atau kayu. Karena menggunakan kayu, otomatis busur akan memiliki berat yang lebih berat dari panahan modern yang menggunakan bahan aluminium atau logam ringan.

"Busur panahan tradisional ini tidak menggunakan keker yang biasanya digunakan dalam membidik sasaran. Dalam membidik sasaran benar-benar menggunakan perasaan dan konsentrasi," terang pria yang akrab disapa Ajik Anom ini. Lebih lanjut, Ajik Anom menuturkan kalau busur yang digunakan dalam jemparingan sering disebut gandewa.

3. Menggunakan sasaran yang diberi nama bandulan

Seorang anak berhasil memanah bandulan. (dok. pribadi/Ari Budiadnyana)

Jemparingan menggunakan sasaran yang disebut wong-wongan atau bandulan yang berbentuk silinder tegak dengan tinggi kurang lebih 30 cm dan memiliki diameter 3 cm. Dinamakan wong-wongan atau bandulan karena dibuat mirip seperti manusia.

Bandulan terdiri dari tiga bagian. Bagian kepala untuk bagian atas memiliki tinggi sekitar 5 cm dan diberi warna merah. Bagian badan diberi warna putih. Sementara, bagian leher yang berada di antara badan dan kepala, dengan tinggi kurang lebih 1 cm, diberi warna kuning. Masing-masing bagian tersebut memiliki nilai yang telah disepakati saat perlombaan atau pertandingan.

Pada bagian bawah bandulan terdapat bola kecil, di mana pemanah yang mengenai bola  tersebut akan mendapatkan pengurangan nilai. Sementara, di bagian atasnya terdapat lonceng kecil yang akan berbunyi jika anak panah mengenai bandulan.

4. Memanah dalam posisi duduk dan menggunakan pakaian tradisional

pakaian tradisional Bali saat perlombaan jemparingan dengan corak warna merah, putih, dan hitam (dok. pribadi/Jepun Club Bali)

Ajik Anom menjelaskan, yang membuat jemparingan unik dan menarik adalah posisi memanah dan pakaian yang digunakan saat mengikuti olahraga tradisional ini. Jika panahan modern memanah dengan posisi berdiri, maka panahan tradisional ini memanah dengan posisi duduk. Laki-laki menggunakan posisi bersila, sedangkan perempuan menggunakan posisi bersimpuh.

"Memanah dalam posisi duduk ini tidaklah gampang karena membuat kaki sakit karena menahan beban tubuh si pemanah," ujar Ajik Anom disela-sela melatih di klub Jepun Bali, klub panahan miliknya di bilangan Denpasar.

Para pemanah menggunakan pakaian tradisional saat memanah, baik saat latihan maupun bertanding. "Di klub saya, saat latihan, menggunakan pakaian tradisional Bali sederhana atau sering disebut dengan pakaian adat ringan. Sedangkan, saat pertandingan, kami menggunakan pakaian tradisional Bali dengan kostum yang kami rancang sendiri dengan corak warna merah, putih dan hitam," ujar pria yang juga sebagai pelukis ini.

Baca Juga: 10 Potret Diananda Choirunisa, Atlet Panahan Indonesia Curi Perhatian

Verified Writer

Ari Budiadnyana

Menulis dengan senang hati

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya