Jakarta, IDN Times - NBA dikenal sebagai liga elite Amerika Serikat, tempat berkumpulnya para pemain terbaik dari kampus-kampus Amerika Serikat dan turnamen lokal mereka. Tapi sekarang, peta kekuatan itu bergeser. Dari Kamerun hingga Indonesia, dari Australia hingga Filipina, anak-anak muda di seluruh dunia kini punya kesempatan yang nyata untuk masuk ke panggung terbesar bola basket dunia.
Perjalanan Pascal Siakam misalnya. MVP Final Wilayah Timur 2025 itu bukan lulusan program bola basket kampus AS, melainkan 'ditemukan' saat hendak mengunjungi kakaknya di kamp Basketball Without Borders di Afrika Selatan.
Kini, Pascal bukan hanya bintang NBA, tapi juga wujud dari investasi jangka panjang NBA di luar AS, khususnya di benua Afrika yang semakin subur dengan munculnya liga regional seperti Basketball Africa League (BAL) dan sistem pembinaan seperti NBA Academy.
Asia Tenggara pun tidak tertinggal. Di Indonesia, lebih dari 24 juta anak muda telah disentuh program Jr. NBA dan Jr. WNBA sejak 2014. Tak sedikit yang melangkah ke program elit seperti BWB dan NCAA di Amerika.
NBA Rising Stars Invitational yang digelar perdana tahun ini, bahkan mempertemukan tim-tim SMA putra dan putri terbaik dari 11 negara Asia-Pasifik, termasuk Indonesia, untuk bersaing dalam turnamen berskala internasional di Singapura.
Melalui jalur-jalur baru ini, NBA bukan hanya liga ‘orang Amerika’ lagi. NBA menjadi liga global, jadi milik siapa saja yang cukup berbakat, cukup tekun, dan cukup berani untuk mengejar mimpi. Dan untuk anak-anak muda dari belahan dunia mana pun, kesempatan itu kini lebih dekat dari sebelumnya.
Untuk tahu perkembangan NBA itu, IDN Times berkesempatan mewawancarai Deputy Commissioner NBA, Mark Tatum. Dalam kesempatan tersebut, Tatum buka suara bagaimana NBA kini bertransformasi menjadi liga global, serta strategi mereka untuk membuka akses lebih luas bagi talenta muda dari berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia dan kawasan Asia Tenggara.