Kisah Fandy Adianto, Pilot Muda yang Getol Arena Balapan

- Fandy Adianto, mantan pilot Garuda Indonesia
- Pengalaman terbang selama delapan tahun
- Memulai karier sebagai pembalap mobil sejak tahun lalu
Jakarta, IDN Times - Nama Fandy Adianto mencuri perhatian saat ikut beraksi dalam ajang Kejurnas ITCR 1200 dan Krida Agya One Make Race (OMR), yang menjadi bagian dari Mandalika Festival of Speed 2025 di Pertamina Mandalika International Circuit pada Minggu, 20 Juli 2025.
Fandy tampil memukau di perlintasan, karena itu ia menjadi perhatian publik. Fandy merupakan mantan pilot Garuda Indonesia yang juga menjadi seorang pembalap mobil.
Perjalanan Fandy menuju podium tidak mudah. Ia sempat mengalami kesulitan pada sesi balap awal dan harus berpuas diri dengan finish di posisi kedelapan atau kesembilan di kelas Agya OMR. Fandy kemudian mampu beradaptasi dan membalikkan keadaan dengan hasil gemilang.
“Saya start dari posisi 14, dan satu per satu bisa saya lewati hingga finish posisi ketujuh, overall dan juara 1 Non-Seeded. Rasanya luar biasa,” kata Fandy, mengutip keterangan tertulis.
1. Jadi pilot karena terinspirasi sang bunda

Fandy jatuh cinta pada dua dunia sekaligus. Mimpi menjadi seorang pilot sudah dimilikinya sejak usia lima tahun. Bukan pilot baru, Fandy sudah punya pengalaman terbang selama delapan tahun. Ia memulai karier sebagai seorang pilot sejak 2017.
Ada satu sosok yang menjadi inspirasi Fandy untuk mencintai dunia aviasi. Sosok tersebut adalah sang ibunda yang merupakan pramugari di maskapai tempat Fandy akhirnya bekerja.
2. Kenalan dengan dunia balap sejak kecil

Di sisi lain, dunia balap tak pernah jauh darinya. Sejak usia enam tahun, Fandy sudah jatuh cinta pada arena lintasan. Dimulai dengan kekaribannya dengan motorsports, terutama Formula-1.
Ayah Fandy merupakan penggemar berat balap F1 dan majalah Top Gear. Majalah tersebut menjadi bacaan kesukaan Fandy sejak kecil.
“Saya dulu sempat ikut balap motor saat SMA, meskipun belum resmi. Baru dua tahun terakhir ini serius di balap mobil,” kata Fandy.
Fandy menjajaki karier sebagai pembalap sejak tahun lalu. Kala itu, Fandy mengikuti time attack dan berhasil juara pertama.
Rasa percaya dirinya mulai tumbuh, Fandy memutuskan bergabung dengan tim-tim independen seperti Garasi 350 dan mulai turun di beberapa ajang resmi, termasuk balap Radical SR1, di mana ia juga meraih podium.
3. Jalani dua profesi bersamaan

Fandy menjalani profesi sebagai pilot sekaligus pembalap secara bersamaan. Ia paham betul keduanya merupakan pekerjaan yang sama-sama sulit.
“Keduanya menuntut pengambilan keputusan cepat, handling yang presisi, dan kemampuan adaptasi tinggi,” kata Fandy.
Sebagai pilot, Fandy terbiasa menghadapi kondisi cuaca ekstrem yang membuatnya harus tetap tenang dalam situasi kritis. Fandy mengakui ini sangat membantu ketika ia menghadapi insiden di lintasan balap, seperti yang ia alami di Mandalika, setelah insiden tabrakan dan mobil terbakar di depannya.
“Saya sempat takut, tapi saya tahu harus tetap fokus. Rasa takut itu saya ubah menjadi energi untuk tetap tenang dan berhitung dalam mengambil keputusan,” katanya.
4. Masih punya banyak asa di dunia balapan

Fandy masih punya banyak mimpi dan target sebagai pembalap. Diketahui, saat ini ia sedang mencari sponsor untuk menunjang karier balapnya. Maklum, selama ini, Fandy membiayai sendiri keikutsertaannya di berbagai ajang. Ia berharap bisa mendapatkan dukungan agar bisa semakin fokus mengembangkan bakatnya.
“Saya sudah membangun mobil untuk kelas ITCR 3600, dan berharap bisa ikut kejurnas tahun ini. Tapi saya juga mempertimbangkan untuk lanjut di ITCR 1200 dan Agya OMR. Semua tergantung sponsor dan peluang ke depan,” kata Fandy.