Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Lotus 78 yang menjadi mobil pertama yang menerapkan ground effect (carthrottle.com)

Lotus merupakan salah satu tim tersukses di Formula 1 yang kini mungkin hanya tinggal kenangan. Tim asal Inggris ini dulunya merupakan salah satu tim besar yang mempunyai banyak prestasi gemilang. Sebut saja 7 kali juara dunia konstruktor dan 6 gelar juara dunia pembalap. Tim ini juga mencetak sebanyak 74 kemenangan dan 165 podium.

Sayangnya, tim dengan livery hitam dan emas yang begitu ikonik ini kemudian mengalami penurunan performa dan kini sudah tak lagi berkompetisi di Formula 1. Ada beberapa penyebab mengapa tim sebesar Lotus bisa mengalami kejatuhan. Berikut kisah kejatuhan Lotus yang dulunya tim besar di Formula 1.

1. Awal mula Lotus masuk ke Formula 1

Colin Champan yang merupakan pendiri tim Lotus (motorsportmagazine.com)

Tim Lotus didirikan pada tahun 1952 oleh Colin Chapman yang juga dikenal sebagai salah satu sosok paling jenius dalam sejarah Formula 1. Tim yang bermarkas di Hethel, Inggris, ini kemudian memulai musim pertamanya di Formula 1 pada musim 1958 dengan Graham Hill, Alan Stacey, dan Cliff Allison berada di balik kemudi.

Di musim pertamanya, Lotus bermodalkan sasis bernama Lotus 16 dan Lotus 12 dengan kombinasi mesin straight-4 dari Climax. Hasil yang mereka raih pun terbilang tak terlalu buruk sebagai debutan dengan duduk di peringkat keenam klasemen konstruktor dengan raihan 3 poin. Saat itu hanya pembalap yang finis enam besar yang mendapat poin.

2. Tim paling dominan pada dekade '60 dan '70-an

Jim Clark pada GP Belgia 1963 (motorlat.com)

Lotus hanya butuh 4 musim saja untuk memenangi balapan pertamanya, tepatnya pada GP Amerika Serikat musim 1961 lewat Innes Ireland. Lotus sendiri mencapai puncak keemasannya ketika banyak mendatangkan pembalap sekelas juara dunia pada era '60-an. Mereka adalah Jim Clark, Graham Hill, dan Jochen Rindt.

Hal itu membuat mereka meraih juara dunia konstruktor pada musim 1963, 1965, dan 1968. Pada era ini mobil mereka terkenal akan kecepatannya, namun hal itu juga banyak memakan korban akibat kurangnya faktor keselamatan pada saat itu, termasuk Jim Clark dan Jochen Rindt.

Memasuki dekade '70-an, performa Lotus semakin gemilang dengan raihan 4 gelar juara dunia konstruktor dan 3 gelar juara dunia pembalap lewat Jochen Rindt musim 1970, Emerson Fittipaldi pada 1972, dan Mario Andretti musim 1978. Era ini menjadi masa keemasan bagi Lotus sekaligus kali terakhir mereka merengkuh titel juara dunia.

3. Banyak inovasi hebat yang mengubah wajah Formula 1

Lotus 78 yang menjadi mobil pertama yang menerapkan ground effect (carthrottle.com)

Lotus yang dikepalai Colin Chapman merupakan salah satu tim yang banyak melakukan inovasi bagi mobil Formula 1. Seperti Lotus 49 yang dipakai pada musim 1967 hingga 1969 yang menjadi mobil pertama dengan mesin sebagai stressed member. Lotus juga menjadi tim pertama yang memperkenalkan model sayap depan pipih dari yang sebelumnya seperti cerutu.

Selanjutnya pada Lotus 72 musim 1970, mereka membuat inovasi besar dengan menerapkan torsion bar suspension, sayap belakang, hingga penempatan radiator pada bagian pinggul mobil. Sayang mobil inilah yang kemudian menyebabkan Jochen Rindt meninggal dunia ketika menjalani sesi kualifikasi pada sirkuit Monza.

Perubahan besar juga terjadi pada musim 1977 ketika Lotus mengeluarkan Lotus 78. Mobil ini merupakan yang pertama kali menerapkan perangkat ground effect. Hal ini jugalah yang merevolusi sistem aerodinamika pada mobil Formula 1. Dengan segudang inovasi tersebut, tak heran jika Lotus mampu tampil begitu dominan.

4. Kematian Colin Chapman menjadi awal kejatuhan Lotus

Ayrton Senna meraih kemenangan terakhir bagi Lotus pada GP Detroit 1987 (ayrton-senna.net)

Ketika tengah berada di performa puncaknya, Lotus harus rela ditinggal sang pendiri, Colin Chapman, yang meninggal dunia di usia ke-54 pada tahun 1981 akibat serangan jantung. Hal ini membuat Lotus tak lagi mampu mendominasi Formula 1.

Pencapaian terbaik mereka adalah peringkat tiga konstruktor ketika Ayrton Senna menjadi pembalap mereka. Pembalap asal Brazil ini juga yang memberi kemenangan terakhir bagi Lotus pada GP Detroit musim 1987.

Memasuki dekade '90-an, penampilan Lotus kian memburuk dan tak mampu lagi menjadi penantang serius juara dunia. Pada musim 1994 menjadi kali terakhir mereka berkompetisi di Formula 1. Musim tersebut mereka kerap gonta-ganti pembalap, namun tak dapat mendulang satu poin pun.

5. Sempat kembali ke Formula 1 pada musim 2010

Tim Lotus-Renault pada Formula 1 musim 2011 (speedsport-magazine.com)

Setelah kolaps pada tahun 1994, musim 2010 Lotus kembali ke arena Formula 1 setelah pengusaha asal Malaysia, Tony Fernandes, membeli lisensi Lotus dari David Hunt yang merupakan saudara dari juara dunia musim 1976, James Hunt. Yang sebelumnya membeli hak intelektual milik Lotus Racing.

Menariknya, pada musim perusahaan Genii Capital juga membeli lisensi nama Lotus dan menjadi suksesor dari tim Renault. Hal ini membuat ada dua tim Lotus di lintasan pada musim 2011. Tak seperti tim bentukan Tony Fernandes yang gagal mendulang satu poin pun. Tim Lotus Renault mampu meraih dua kemenangan lewat Kimi Raikkonen.

Namun, kedua tim ini akhirnya harus rela meninggalkan Formula 1. Tim bentukan Tony Fernandes mengganti namanya menjadi Caterham pada musim 2012, sedangkan Lotus milik Genii Capital resmi bubar pada setelah musim 2015 akibat masalah finansial.

 

Meskipun kini tak lagi berada di lintasan Formula 1, nama Lotus akan selalu dikenang sebagai salah satu tim terbaik. Mereka bahkan mampu mendominasi Formula 1 sebelum McLaren, Williams, Ferrari, dan Mercedes mampu melakukannya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team