Polemik KONI vs KOI, Berawal soal Pelantikan

Intinya sih...
- KOI dan KONI kembali berselisih terkait wewenang pelantikan cabang olahraga.
- KOI menolak tuduhan pelantikan cabor dan mengungkapkan prinsip keotonomian NOC Indonesia.
- Marciano Norman mengklaim KOI membuat tandingan cabor yang dipermulus oleh Kemenpora.
Jakarta, IDN Times - Polemik kembali muncul di olahraga nasional, melibatkan Komite Olimpiade Indonesia (KOI) dengan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat. KOI merasa tersinggung dengan perkataan Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat, Marciano Norman dalam apat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi X DPR-RI pada Kamis (23/1/2025).
KOI tidak terima karena dituding turut melantik dan mengukuhkan suatu cabang olahraga (cabor). KOI menyebut hal itu tidak masuk dalam wewenang mereka. Secara tugas pokok dan fungsi, itu di luar tanggung jawab KOI.
"NOC Indonesia sebagai penjaga kepentingan Gerakan Olimpiade (Olympic Movement) di Indonesia sangat menjunjung tinggi prinsip keotonomian di dalam menjalankan tata kelola (governance) organisasi keolahragaan, sehingga kami tidak akan mengintervensi pengelolaan suatu national federation atau cabang olahraga, termasuk di dalam melakukan proses demokrasi," kata Sekretaris Jenderal KOI, Wijaya Noeradi, dalam keterangannya, Jumat (24/1/2025).
1. Marciano bilang begini ke DPR
Marciano memang mengeluhkan hal tersebut di hadapan anggota Komisi X. Marciano mengklaim KOI memiliki pengakuan tersendiri, terkait cabor yang khususnya sedang ada konflik dualisme, seperti anggar dan tenis meja.
"Anggota KONI Pusat itu ada 78 cabang olahraga. Kemudian, KONI Provinsi, itu cabang olahraganya ya otomatis yang dipertandingkan untuk multievent internasional, ya anggotanya Komite Olimpiade Indonesia. Jangan KOI bikin sendiri, oh itu bukan anggota KONI tapi yang dikirim, yang mereka (bawaan KOI), yang keluar. Itu terjadi pada anggar, tenis meja," kata Marciano dalam RDP.
Sementara, Wijaya menyatakan KOI tak melakukan pelantikan terhadap pengurus cabor tertentu. Dia membantah apa yang disampaikan Marciano.
"NOC Indonesia (KOI) tidak melakukan pengukuhan maupun pelantikan seperti apa yang dituduhkan karena itu bukan wewenang kami. Dan, pengukuhan di luar pengelolaan organisasi itu sendiri bertentangan dengan prinsip otonomi yang dimaksud," ujar Wijaya.
2. KOI dituding punya akses langsung ke Kemenpora
Marciano juga blak-blakan, meski tak menyebutkan KOI secara langsung. Ada pihak yang disebut membuat tandingan cabor serupa dan dipermulus karena dekat dengan Kemenpora.
"Dualisme organisasi ini, yang secara sahnya, secara organisasinya dilantik KONI. KONI menghadiri suatu munas yang telah memenuhi persyaratan kami, tetapi calon ini tidak sesuai dengan yang lain, sebelah bikin, tandingan, melantik. Kemudian, karena mungkin pejabat yang ada di situ, Kemenpora memberikan dukungan," ujar Marciano.
Sementara, terkait pelantikan, Wijaya merujuk pada hasil Kongres Istimewa 2019, setelah disetujui Komite Olimpiade Internasional (IOC), KOI mengesahkan AD/ART yang di dalamnya tidak memuat adanya wewenang untuk melakukan pengukuhan kepengurusan anggota-anggotanya.
Pengukuhan itu ditetapkan pada forum tertinggi yang memilih Ketua Umum dan/atau Dewan Eksekutif dalam bentuk Surat Keputusan forum yang dimaksud.
"Kami sangat menyayangkan pada forum RDP Komisi X DPR RI, yang seharusnya memberi pendapat faktual, namun justru menyampaikan pernyataan yang menyesatkan (misleading) atau bahkan tidak benar terhadap Komite Olimpiade Indonesia dengan menyatakan bahwa kami melantik dan mengukuhkan cabang olahraga," ujar Wijaya.
3. Semua harus tahan diri
Marciano berharap KONI, KOI, Kemenpora serta Komisi X bersatu demi memajukan prestasi olahraga nasional.
"Kalau empat ini, Bapak-Ibu, kita bisa duduk bersama, tidak akan ada dualisme organisasi," ucap Marciano.
Di sisi lain, Wijaya mengingatkan kepada KONI terkait wewenang dan peran KOI yang tertuang di dalam Piagam Olimpiade, tidak terbatas pada memastikan kepatuhan terhadap Piagam Olimpiade di Indonesia tapi juga federasi nasional harus dikelola dengan dan patuh terhadap seluruh aspek dari Piagam Olimpiade dan peraturan federasi internasionalnya.
"Oleh karena itu, apabila KONI Pusat mengungkit-ngungkit kewajiban akan kepatuhan terhadap prinsip otonomi yang dijunjung tinggi Piagam Olimpiade maka KONI Pusat harus berkomitmen juga menjalankan prinsip otonomi ini tanpa kecuali," ujar Wijaya.