Kalau dari fighter kan sudah ada RCTI duel sama TPI fighting championship. Cuma kan fasilitas dan ilmunya masih seadanya. Nah sekarang di One Pride, terakhir tuh, sudah mulai semakin naik nih mulai dari skillnya fighter, sampai cara mengemasnya sudah mulai bagus.
Dan menurut saya itu hal yang positif ya. Cuma, yang harus disoroti, pengurus One Pride tidak boleh baper, sehingga banyak fighter pada keluar, khususnya yang bagus. Jadi sekarang kekurangan fight bagus, yang menjual.
Lalu sebagai promotor, ya inilah saya ingin menjual dan membesarkan combat sport. Saya pengin bikin besar, atlet-atlet saya perhatikan, kasih exposure yang keren. Tapi, saya enggak menerima banyak fighter. Karena kalau begitu kita menerima banyak fighter, fokus kita malah melebar.
Jadi, di baku hantam ini fighternya benar-benar terbatas. Kita juga selalu utamakan fighternya, karena mereka kan bintangnya. Simbiosis mutualismelah disebutnya.
Promotor butuh fighter, dan begitu juga sebaliknya. Nah, itu yang masih menjadi PR yang harus diselesaikan Indonesia. Selama ini belum pernah terjadi seperti itu. Promotor kebanyakan egois. ‘Gua promotor, lu mau tanding enggak? Kalau enggak nurut, ya gua blacklist’. Gitu biasanya.