Para pemain MU tertunduk lesu usai kalah dari Bayern Muenchen. (uefa.com)
Erik ten Hag dalam salah satu konferensi persnya pernah mengatakan bahwa MU akan bermain dengan gaya direct football. Untuk menerapkan permainan tersebut dibutuhkan akurasi umpan, etos kerja tinggi dari para pemain, dan efektivitas saat membangun serangan balik. Akan tetapi, beberapa pemain Manchester United tidak dapat menjalankan strategi tersebut karena kurangnya etos kerja di lapangan.
Menurut data dari situs resmi UEFA, akurasi crossing MU tercatat 18 persen. Angka tersebut menjadi yang terburuk di antara tiga tim lainnya di Grup A. Bayern Muenchen memiliki persentase akurasi crossing 25 persen, Galatasaray 21 persen, dan Copenhagen 20 persen.
Selain itu, para pemain MU tidak konsisten selama 90 menit. Mereka tidak mampu melakukan pressing tinggi sepanjang pertandingan dan sering meninggalkan lubang di lini belakang. Akibatnya, ketika mereka kehilangan bola, tim lawan mudah saja ketika melakukan menyerang balik. MU memiliki rata-rata kebobolan 2,5 per pertandingan. Sebanyak 27 persen momen itu paling sering terjadi saat 10 menit akhir pertandingan.
Dengan catatan tersebut, tidak heran Manchester United tersingkir dari Liga Champions Eropa. Para pemain dan staf pelatih The Red Devils kini harus menghadapi tekanan dari media dan fans yang makin memanas usai kegagalan tersebut. Sebab, tim besar sekelas MU diharapkan konsisten bersaing untuk memperebutkan gelar juara.