4 Pelatih Usia Awal 30-an yang Tuai Prestasi pada 2023/2024

Studi kolaborasi Hudl dan CIES Football Observatory yang dipublikasi pada Desember 2023 lalu menunjukkan kalau tren transfer pemain yang sudah dan bakal berkembang beberapa tahun ke depan akan memprioritaskan pemain-pemain muda. Itu disebabkan prospek mereka yang dianggap lebih menjanjikan. Opsi untuk menggembleng dengan sistem pinjaman jadi salah satu poin yang digarisbawahi.
Menariknya, tak hanya pemain yang makin muda, usia pelatih pun ikut turun. Tendensi ini mulai tampak di Eropa. Ada setidaknya beberapa pelatih berusia awal 30-an yang mendobrak kebiasaan dan menuai prestasi di klub masing-masing. Berikut empat di antaranya.
1. Will Still sudah menukangi Stade de Reims sejak belum punya lisensi UEFA Pro

Tidak seperti kebanyakan pelatih high profile yang memulai kariernya sebagai pemain, Will Still tak pernah punya riwayat merumput di lapangan hijau. Keterlibatannya dalam sepak bola dimulai ketika menjadi analis video di Sint-Truidense VV selepas lulus pendidikan Kepelatihan Sepak Bola di Myerscough College, Inggris. Ia kemudian melanjutkan karier pada posisi yang sama di Standard Liège dan Lierse SK.
Pada usia 24 tahun, posisi asisten pelatih Lierse SK kosong dan Will Still ditawari untuk mengisinya. Sayangnya, Lierse SK bangkrut dan ia jadi analis video lagi di klub liga kasta kedua Belgia, KFCO Beerschot. Perlahan posisinya naik. Saat berhasil jadi pelatih utama Beerschot selama paruh kedua musim 2020/2021, Still membantu tim itu menempati posisi sembilan klasemen akhir Liga Pro Belgia. Jelang bergulirnya musim 2021/2022, tawaran datang dari Prancis untuk bergabung sebagai asisten pelatih Stade de Reims membantu Oscar Garcia. Sayang, karena tak memiliki sertifikasi minimal yang diminta Ligue 1 Prancis, ia terpaksa kembali ke Belgia menjadi asisten pelatih Luka Elsner di Standar Liege.
Pada musim panas 2022, ia kembali ke Stade de Reims dan secara dramatis menggantikan Oscar Gracia yang didepak karena tak bisa memperbaiki performa tim. Selama beberapa bulan sebelum mendapat lisensi UEFA pro, klub harus membayar denda per pertandingan. Namun, itu semua terbayarkan lewat peningkatan performa yang signifikan. Kini, per Januari 2024, Reims berada di posisi 6 klasemen sementara Ligue 1, naik 5 peringkat dari 2022/2023.
2. Francesco Farioli membawa perubahan positif di OGC Nice

Kisah menarik datang pula dari pelatih OGC Nice, Francesco Farioli. Masih berusia awal 30-an, ternyata OGC Nice bukan klub pertama yang merekrutnya jadi kepala pelatih. Pada usia 31 tahun, ia sempat meraih gelar pelatih termuda di Eropa saat direkrut klub Turki, Fatih Karagumruk.
Tak seperti Still, Farioli pernah mengicip rasanya jadi pemain, walau bukan profesional. Posisi yang dipegangnya saat itu adalah kiper. Tak heran kalau sebelum menjadi seperti sekarang, ia sempat menempati posisi pelatih kiper di Benevento dan Sassuolo bersama Roberto De Zerbi. Tawaran datang dari Alanyaspor yang tertarik memberikannya posisi asisten pelatih. Sempat dilepas kepada Karagumruk selama paruh musim 2020/2021, Farioli kembali ke Alanyaspor untuk mengisi posisi kepala pelatih. Sayangnya, klub tak memperpanjang kontraknya.
Farioli sempat menganggur selama beberapa bulan hingga akhirnya dapat tawaran untuk wawancara dengan jajaran OGC Nice. Proses rekrutmen dan penjajakan selama beberapa bulan berakhir dengan perekrutan resminya pada musim panas 2023. Musim perdananya di OGC Nice berjalan baik. Sampai pertandingan ke-18, timnya menempati posisi runner-up Ligue 1 di bawah juara bertahan Paris Saint-Germain. Itu berarti tujuh peringkat lebih baik dari musim kemarin.
3. Fabian Huerzeler bikin FC St Pauli jadi tim yang belum terkalahkan di Bundesliga 2

Pelatih berusia 30 tahun, Fabian Huerzeler juga jadi sensasi. Tak pernah jadi pemain profesional, Huerzeler sempat mengenyam pendidikan sepak bola di akademi milik Bayern Muenchen. Pada usia 25 dan 26 tahun, ia sudah bergabung jadi asisten pelatih untuk timnas kelompok usia Jerman. FC St Pauli yang bermarkas di Hamburg adalah klub profesional pertama yang merekrutnya sebagai asisten pelatih tetap. Tepatnya jelang musim kompetisi 2020/2021.
Setelah 1,5 tahun jadi asisten pelatih Timo Schultz, ia naik pangkat jadi pelatih utama. Itu terjadi setelah Schultz didepak klub karena penurunan performa. Menggantikan Schultz bukan perkara sederhana mengingat sejarah panjangnya sebagai pemain dan pelatih terlama di St Pauli. Namun, Huerzeler berhasil membuktikan dirinya. Sampai matchday ke-18 Bundesliga 2 Jerman 2023/2024, skuad asuhannya belum pernah kalah dan sedang memuncaki klasemen sementara.
4. Guillermo Abascal membantu mengembalikan performa Spartak Moskow yang sempat turun

Spartak Moskow kembali ke performa lamanya sebagai klub raksasa Rusia sejak kedatangan Guillermo Abascal pada musim panas 2022. Pilihan Abascal jelas tak populer mengingat hubungan Rusia dengan negara-negara Eropa lain saat itu sedang tak baik-baik saja. Namun, di Spartak, Guille, panggilan akrab Abascal, menemukan rumah baru.
Spartak mengalami peningkatan performa dan berhasil finis di posisi tiga besar Liga Primer Rusia 2022/2023. Hingga paruh musim 2023/2024, Abascal dan stafnya berhasil membantu Spartak bertahan di posisi lima besar. Itu sebuah pencapaian mengingat Spartak sempat terpuruk pada 2021/2022. Ini diperparah dengan sanksi UEFA dan FIFA yang memicu hengkangnya beberapa pemain serta pelatih.
Abascal memulai karier kepelatihannya di tim muda Sevilla, kemudian mengasah kapasitasnya jadi pelatih utama di beberapa klub kecil Eropa, seperti FC Chiasso (Swiss), Ascoli (Italia), dan Volos NPS (Yunani). Pada 2022, ia berhasil menempati posisi asisten pelatih FC Basel dan sempat jadi pelatih interim selama beberapa bulan sebelum akhirnya menerima tawaran hijrah ke Rusia.
Kinerja apik keempat pelatih berusia awal 30-an di atas jadi bisa saja memicu tren pelatih muda di cabor sepak bola. Apa pendapatmu? Akankah standar usia pelatih bakal terus turun pada masa depan?