Sejak berubah format menjadi Liga Champions pada 1992, sudah ada beberapa tim yang mampu masuk ke fnal secara back to back. Namun, hanya Real Madrid yang mampu mempertahankan gelarnya. Sisanya kandas di salah satu final bahkan ada yang gagal di dua final secara beruntun.
Liverpool menjadi tim terakhir yang mampu mencapai babak final secara beruntun, yakni pada 2018 dan 2019. Berikut delapan tim yang mampu melaju ke babak final Liga Champions secara back to back.
AC Milan masuk ke final pada musim perdana Liga Champions 1992/1993. Namun, Rossoneri yang tak terkalahkan di babak grup justru takluk dari wakil Prancis, Marseille, dengan skor 0-1 di partai puncak.
Semusim berselang, Milan kembali tampil di final yang kali ini berhadapan dengan Barcelona. Meski Barcelona kala itu lebih dijagokan untuk mengangkat trofi, Milan membuktikan kualitas mereka dengan melibas Blaugrana empat gol tanpa balas.
Di musim berikutnya, lagi-lagi Milan mampu mencapai partai final. Raksasa Belanda, Ajax Amsterdam, sudah menunggu mereka. Tak disangka, Milan yang bertabur bintang justru kalah dengan skor tipis 0-1 lewat gol Patrick Kluivert.
Ajax Amsterdam tampil hebat pada musim 1994/1995 ketika mereka mampu menginjakkan kaki di partai final Liga Champions. Pasukan yang dinakhodai Louis van Gaal tersebut menyempurnakannya dengan menekuk wakil Italia, AC Milan.
Semusim berselang, Ajax kembali berduel dengan raksasa Italia di partai final. Namun, kali ini yang mereka hadapi adalah Juventus. Bermain imbang 1-1 hingga 120 menit jalannya pertandingan, Ajax harus takluk lewat babak adu penalti. Edgard Davids dan Jan Silooy tak mampu membobol gawang Angelo Peruzzi.
Angelo Peruzzi menjadi pahlawan Juventus ketika timnya mengalahkan Ajax Amsterdam pada laga final Liga Champions 1995/1996. Namun, itu menjadi gelar terakhir bagi si nyonya tua hingga saat ini.
Semusim berselang nasib mereka kurang beruntung dan harus mengakui keunggulan Borussia Dortmund dengan skor 1-3 di laga puncak. Pada musim 1997/1998 Juventus yang digawangi Zinedine Zidane, Alessandro del Piero, dan Filippo Inzaghi dibuat menyerah oleh Real Madrid dengan skor 0-1.
Valencia harus menerima nasib kurang mengenakkan ketika mereka dua kali kalah di partai final Liga Champions. Pada musim 1999/2000, Valencia bertemu dengan rival senegara mereka, Real Madrid, yang juga final pertama yang mempertemukan wakil sesama negara.
Sayang, dalam laga tersebut kelelawar hitam harus mengakui keunggulan si putih dengan skor telak 0-3. Semusim berselang Valencia kembali menginjakkan kaki di partai puncak, kali ini mereka sudah dinanti raksasa Jerman, Bayern Munchen.
Sempat unggul lewat gol penalti Gaizka Mendieta, Munchen kemudian menyamakan kedudukan berkat gol Stefan Effenberg. Laga pun harus diselesaikan lewat babak adu penalti. Oliver Kahn yang tampil solid mampu memblok tiga penendang Valencia, sekaligus memastikan kemenangan Munchen.
Final sesama Inggris terjadi pada Liga Champions 2007/2008 ketika Manchester United berjumpa dengan Chelsea. Cristiano Ronaldo berhasil membawa MU unggul sebelum disamakan oleh Frank Lampard. Laga pun harus berlanjut ke babak tos-tosan.
John Terry yang terpeleset dan kegagalan Nicholas Anelka membobol gawang Edwin van der Sar membuat United meraih gelar ketiganya. Semusim berselang mereka kembali tampil di partai puncak yang kali ini melawan Barcelona.
Tak seperti kala melawan Chelsea, Setan Merah dibuat tak berkutik oleh permainan cantik Barcelona. Mereka pun harus mengaku kalah dengan skor 0-2 usai Samuel Eto'o dan Lionel Messi masing-masing mencetak satu gol.
Laga final Liga Champions 2011/2012 menjadi luka tersendiri bagi Bayern Munchen. Pasalnya, meskipun mereka berstatus sebagai tuan rumah, Munchen justru takluk dari Chelsea lewat babak adu penalti setelah sebelumnya bermain imbang 1-1.
Kegagalan tersebut langsung dibayar tuntas semusim berselang oleh Munchen. Kali ini mereka bertemu sesama klub Bundesliga, Borussia Dortmund. Sempat imbang 1-1, gol telat dari Arjen Robben di penghujung laga sukses membuat Die Roten mengangkat trofi kelima mereka.
Real Madrid mampu menghapus kutukan juara bertahan Liga Champions tak akan mempertahankan gelarnya. Madrid memenangi final melawan rival sekota mereka, Atletico Madrid, lewat babak adu penalti pada 2015/2016 usai Juanfran gagal menunaikan tugasnya.
Semusim berselang, Madrid membuktikan mental juara mereka dengan kembali merengkuh trofi si kuping besar yang kali ini menumbangkan Juventus. Gol Alvaro Morata tak mampu menyelamatkan si nyonya tua dari kekalahan dengan skor telak 1-4.
Pada 2017/2018 giliran Liverpool yang mereka buat tertunduk. Memanfaatkan dua blunder Loris Karius, Madrid menang dengan skor meyakinkan, 3-1. Hal itu menjadikan mereka yang tersukses di Eropa dengan 13 gelar.
Liverpool harus menerima kekalahan menyakitkan dari Real Madrid pada laga final 2017/2018. Meski Sadio Mane mampu mencetak satu gol ke gawang Keylor Navas, hal itu tak cukup membuat mereka terhindar dari kekalahan 1-3.
Semusim berselang, The Reds kembali ke partai puncak yang kali ini akan ditantang sesama klub Inggris, Tottenham Hotspur. Gol cepat Mohamed Salah di menit kedua dan gol dari Divock Origi di penghujung laga berhasil membuat Liverpool mengangkat trofi keenam mereka.
Meski berstatus sebagai juara bertahan, ternyata tak mudah untuk mempertahankan gelar. Di sisi lain, terdapat beberapa tim yang mampu membalaskan kekalahan mereka di musim sebelumnya. Akankah musim ini Chelsea akan meneruskan catatan mereka?