Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
potret trofi Piala Dunia di museum FIFA Zurich, Swiss
potret trofi Piala Dunia di museum FIFA Zurich, Swiss (commons.wikimedia.org)

Intinya sih...

  • FIFA dan UEFA punya mekanisme ketat dalam menjatuhkan sanksi bagi negara anggota

  • Zimbabwe, Kenya, hingga Rusia jadi contoh negara yang disanksi larangan tampil oleh FIFA

  • Israel memenuhi syarat untuk dilarang tampil, tetapi intervensi negara kuat menghambatnya

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Isu mengenai kemungkinan larangan Israel tampil di kompetisi sepak bola Eropa makin memanas. UEFA disebut tengah mempertimbangkan pemungutan suara untuk menyingkirkan Israel dari turnamen internasional. Wacana ini muncul setelah meningkatnya tekanan politik dan kemanusiaan akibat konflik yang masih berlangsung di Gaza.

Pernyataan resmi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan sejumlah tokoh sepak bola dunia menambah bobot tuntutan tersebut. Meski begitu, Timnas Israel masih mengikuti Kualifikasi Piala Dunia 2026 dan klub Israel berkompetisi di Eropa. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai konsistensi federasi sepak bola dalam menegakkan aturan yang berlaku.

1. FIFA dan UEFA punya mekanisme ketat dalam menjatuhkan sanksi bagi negara anggota

FIFA memiliki aturan yang jelas terkait pemberian sanksi kepada asosiasi anggotanya. Dalam FIFA Statutes, pasal 16 mengatur tentang penangguhan keanggotaan, sedangkan pasal 17 menjelaskan mengenai pengeluaran permanen keanggotaan. Sanksi dapat dijatuhkan jika suatu asosiasi melanggar kewajiban serius, melakukan diskriminasi, atau gagal menjaga independensi dari intervensi pihak ketiga.

Penerapan sanksi berada di bawah kewenangan badan yudisial FIFA yang terdiri dari Disciplinary Committee, Ethics Committee, dan Appeal Committee. Badan ini berfungsi untuk menginvestigasi, memutuskan, dan mengawasi pelaksanaan hukuman sesuai dengan Statuta FIFA. Prosesnya dimulai dari laporan atau aduan resmi, diteruskan kepada Dewan FIFA untuk rekomendasi, dan keputusan akhir biasanya diambil oleh Kongres.

UEFA memiliki mekanisme serupa melalui UEFA Disciplinary Regulations edisi 2024. Regulasi ini mencakup jenis pelanggaran, prosedur investigasi, hingga daftar sanksi yang dapat dijatuhkan. Sanksinya bervariasi, mulai dari peringatan, denda, larangan mendaftar pemain baru, hingga larangan berkompetisi di ajang UEFA. Sistem ini menegaskan, aspek hukum disiplin di sepak bola internasional diatur dengan struktur yang ketat.

2. Zimbabwe, Kenya, hingga Rusia jadi contoh negara yang disanksi larangan tampil oleh FIFA

Pada 2022, FIFA menjatuhkan sanksi kepada Zimbabwe dan Kenya. Kedua negara itu dianggap melakukan intervensi pemerintah terhadap federasi sepak bolanya masing-masing, meskipun alasan yang diajukan adalah untuk memberantas korupsi dan pelecehan seksual. FIFA menggarisbawahi, masalah internal harus diselesaikan oleh federasi, bukan pemerintah.

Akibat keputusan tersebut, Zimbabwe dan Kenya dilarang berpartisipasi dalam kompetisi internasional. Mereka juga kehilangan akses terhadap pendanaan dari FIFA dan Confederation of African Football (CAF). Klub-klub serta pemain dari kedua negara itu pun terisolasi dari ekosistem sepak bola global hingga sanksi dicabut.

Kasus Rusia menjadi contoh lain yang menunjukkan betapa cepatnya FIFA dalam bertindak. Empat hari setelah invasi ke Ukraina pada Februari 2022, FIFA bersama UEFA langsung melarang Rusia tampil di seluruh kompetisi internasional. Keputusan ini diambil atas dasar solidaritas kepada korban perang, yang menunjukkan federasi bisa bergerak cepat dalam situasi tertentu.

3. Israel memenuhi syarat untuk dilarang tampil, tetapi intervensi negara kuat menghambatnya

Federasi Sepak Bola Palestina (PFA) bersama lembaga FairSquare telah mengajukan laporan kepada FIFA terkait pelanggaran yang dilakukan Israel Football Association (IFA). Tuduhan tersebut mencakup pengaturan klub di wilayah pendudukan, diskriminasi rasial yang sistematis, pembiaran kekerasan di liga domestik, hingga penghancuran fasilitas olahraga milik PFA. Pelanggaran itu dinilai bertentangan dengan sejumlah pasal dalam Statuta FIFA.

Desakan internasional semakin kuat setelah Komisi Penyelidikan PBB menyatakan Israel telah melakukan genosida di Gaza. Sejumlah negara anggota UEFA mendorong pemungutan suara untuk melarang Israel berkompetisi, sementara lebih dari 40 atlet menandatangani petisi serupa. Situasi ini menempatkan UEFA dalam tekanan besar untuk mengambil keputusan.

Namun, intervensi politik dari negara-negara kuat menjadi penghalang. Pemerintah Amerika Serikat secara tegas menyatakan akan mencegah Israel dilarang tampil di Piala Dunia 2026. Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, bahkan melobi langsung para pejabat UEFA untuk menghentikan rencana pemungutan suara. Faktor politik internasional ini memperumit penerapan sanksi yang seharusnya murni berdasarkan aturan olahraga.

4. Lambatnya sanksi bagi Israel jadi cerminan standar ganda federasi sepak bola dunia

Perbandingan antara Rusia dan Israel menyoroti adanya standar ganda dalam penerapan sanksi. Rusia dilarang berkompetisi hanya dalam hitungan hari setelah invasi ke Ukraina, sedangkan Israel tetap bermain di kualifikasi Piala Dunia 2026 meski tuduhan pelanggaran HAM lebih berat telah muncul. Langkah FIFA ini menunjukkan ketidakselarasan antara prinsip dan praktik.

FIFA dalam statutanya menyatakan komitmen terhadap penghormatan hak asasi manusia dan menolak diskriminasi. Namun, implementasi aturan ini sering kali dipengaruhi kepentingan politik. Keputusan terhadap Israel tampak lebih berhati-hati karena adanya tekanan dari negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat.

Kritik muncul dari berbagai pihak yang menilai FIFA bersikap selektif dalam menegakkan aturan. Jika Rusia bisa segera dilarang, logikanya Israel juga dapat dikenai sanksi serupa. Kegagalan menegakkan regulasi secara konsisten justru melemahkan klaim FIFA sebagai organisasi netral dan berkomitmen kepada nilai kemanusiaan.

Meskipun FIFA dan UEFA memiliki regulasi yang ketat dan mendetail, penerapannya sering kali dipengaruhi oleh tekanan politik dan kepentingan ekonomi. Selama standar ganda masih dipraktikkan, sepak bola berisiko kehilangan nilai universalnya sebagai simbol persatuan dan keadilan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team