Di balik layar sepak bola profesional, ada ratusan scout yang bekerja bukan demi ketenaran, melainkan karena cinta terhadap permainan. Brian McDermott, yang juga merupakan mantan Kepala Pemandu Bakat Arsenal, mengatakan pekerjaan ini dilakukan bukan hanya demi uang, melainkan juga demi cinta. Ia pernah menghabiskan akhir pekan di tribun dingin hanya untuk menilai satu pemain, lalu menuliskan catatan sederhana di ponselnya tentang postur, reaksi, dan mentalitas sang pemain.
Erling Haaland menjadi salah satu contoh penemuannya yang paling menarik. Saat masih bertugas di Arsenal, McDermott menyaksikan Haaland bermain untuk Norwegia U-19. Dalam catatan singkatnya tertulis: “berbadan besar, punya naluri gol, dan potensi luar biasa.” Catatan sederhana itu kini menjadi bagian dari kisah lahirnya salah satu penyerang terbaik dunia ini.
Scouting juga sering kali bergantung kepada keberuntungan dan jaringan. McDermott mengaku banyak rekrutan sukses bermula dari percakapan santai dengan kolega, bukan dari laporan data. Dalam banyak kasus, scout harus menilai kesiapan mental pemain, apakah ia siap meninggalkan negara asal, beradaptasi dengan budaya baru, atau bertahan menghadapi tekanan profesional. Semua itu tak dapat diukur teknologi atau algoritma apa pun.
Pada akhirnya, scouting adalah perpaduan antara kerja keras, sains, dan seni membaca manusia. Banyak scout yang berjuang tanpa jaminan pengakuan, tetapi dari tangan merekalah klub-klub menemukan bakat yang akan menulis sejarah. Seperti yang dipaparkan The Athletic, keberhasilan scouting tidak hanya soal siapa yang berhasil ditemukan, tetapi juga dari kemampuan mengenali potensi yang belum dilihat orang lain.
Scouting telah menjadi jantung dari pembangunan sepak bola modern. Di tengah lautan data dan algoritma, ada satu hal belum berubah, yakni lahirnya pemain besar selalu dimulai dari seseorang yang duduk di tribun dan mencatat hal-hal kecil yang belum dilihat siapa pun.