Regulasi FIFA melarang adanya pencantuman pesan politik, agama, dan diskriminasi dalam pertandingan sepak bola. Baik dalam bentuk gestur maupun tulisan yang tertera di atribut pemain maupun suporter. Sudah ada beberapa contoh sanksi yang FIFA terapkan.
Misalnya saja denda yang dijatuhkan pada para pemain yang menggunakan gestur mengintimidasi pihak lain untuk keperluan selebrasi gol. Xherdan Shaqiri dan Granit Xhaka (Swiss) pernah melakukannya pada Piala Dunia 2018 dan dijatuhi hukuman denda. Josip Munic (Kroasia) dilarang bermain di Piala Dunia 2014 usai melakukan hal serupa pada fase kualifikasi.
Pada Piala Dunia 2022, FIFA juga memberlakukan beberapa restriksi, seperti pelarangan penggunaan gelang lengan One Love dan semua tim diminta untuk tidak memasukkan pesan apa pun pada jersey yang dipakai pemain saat berlaga maupun berlatih.
Penonton pun harus menaati regulasi ini saat akan masuk ke stadion. Sebuah spanduk ultra nasionalis Serbia yang dibentangkan seorang suporter dan terpotret berada di ruang ganti pemain akhirnya berujung pada investigasi terhadap Federasi Sepak Bola Serbia.
Bendera dan atribut pelangi dan tulisan "LOVE" (tanda dukungan pada kaum LGBTQ+) serta spanduk pro-demonstran Iran akan langsung disita oleh otoritas Qatar. Meski sebenarnya FIFA, dilansir Reuters, tidak melarang dua jenis atribut tersebut di tribun penonton Piala Dunia 2022.
Polemik ini tidak berakhir di situ saja. Sejumlah pihak mulai mempertanyakan keabsahan mengibarkan bendera Palestina di pertandingan Piala Dunia 2022 seperti yang dilakukan pemain Maroko dan beberapa suporter asal negara-negara Timur Tengah. Apakah bendera Palestina bisa masuk dalam kategori pesan politik?