Berbagai kasus dan data menunjukkan, dunia sepak bola terus berusaha memperkuat sistem antidoping melalui pengujian, edukasi, dan regulasi. Kasus pemain terkenal, seperti Paul Pogba, hingga hukuman bagi pemain muda seperti Ibrahima Niane menjadi gambaran sanksi tetap dijatuhkan tanpa pandang status. Di sisi lain, laporan resmi dari FIFA, UEFA, dan badan nasional seperti UKAD menunjukkan pengujian rutin dengan jumlah besar mampu menjaga angka pelanggaran tetap rendah. Langkah-langkah seperti peningkatan tes di luar kompetisi, edukasi atlet, dan penggunaan teknologi pemantauan jangka panjang merupakan bentuk komitmen menjaga olahraga tetap bersih.
Namun, tantangan struktural dan variasi jenis doping membuat pengawasan perlu terus diperkuat. Ketimpangan jumlah tes antarnegara, belum optimalnya pengujian di luar musim, serta potensi konflik kepentingan dalam sistem pengawasan masih menjadi perhatian. Upaya federasi global untuk menggandeng lembaga independen seperti ITA dan NADO menjadi sinyal krusial akan transparansi dan objektivitas perlu dikedepankan. Doping bukan sekadar pelanggaran teknis, melainkan juga ancaman serius terhadap nilai sportivitas dan keadilan dalam kompetisi. Tanpa sistem yang kuat, adil, dan merata, sepak bola modern akan selalu dibayangi risiko kehilangan integritasnya.
Fenomena doping dalam sepak bola modern tetap menjadi persoalan serius yang menuntut perhatian dari berbagai pihak. Meskipun jumlah kasus yang terdeteksi tergolong rendah, tiap pelanggaran membawa dampak besar terhadap kepercayaan publik dan nilai sportivitas olahraga. Kasus-kasus yang mencuat menunjukkan, sepak bola masih belum sepenuhnya bebas dari bayang-bayang pelanggaran integritas.