Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kenapa Chelsea Bisa Mematikan Permainan PSG pada Final CWC 2025?

ilustrasi jersey berlogo Chelsea (pexels.com/SimonReza)
ilustrasi jersey berlogo Chelsea (pexels.com/SimonReza)
Intinya sih...
  • Strategi jitu Enzo Maresca memanfaatkan celah di sisi sayap dengan Cole Palmer
  • Mempertahankan disiplin saat tanpa bola dan mengontrol lini tengah
  • Performa fantastis Robert Sanchez membuat pemain PSG frustasi

Chelsea menang telak 3-0 atas Paris Saint-Germain (PSG) pada final Piala Dunia Antarklub (CWC) 2025. Padahal, PSG sempat menunjukkan konsistensi permainan menyerang dengan operan cepat dan intensitas tinggi, plus pertahanan kokoh dari fase grup sampai semifinal, yang bisa menjadi modal melawan Chelsea. Les Parisiens bahkan melewati rintangan yang lebih berat daripada Chelsea. PSG mampu melewati tiga klub papan atas Eropa, seperti Atletico Madrid, Bayern Muenchen, dan Real Madrid.

Sementara itu, Chelsea tidak menghadapi tim elite Eropa. Mereka lebih sering melawan klub-klub Brasil, seperti Flamengo, Palmeiras, dan Fluminense. Tidak heran, media dan pengamat sepak bola menjagokan PSG untuk menjuarai Piala Dunia Antarklub 2025.

Meski begitu, laga final berakhir antiklimaks bagi Les Parisiens. Chelsea ternyata mampu tampil apik dan membuat permainan menyerang PSG tidak berjalan selama 90 menit. Lantas, kenapa Chelsea bisa mematikan permainan PSG dan menjuarai Piala Dunia Antarklub 2025?

1. Strategi jitu Enzo Maresca yang menginstruksikan Cole Palmer untuk memanfaatkan celah di sisi sayap

Dilansir laman resmi FIFA, pelatih Chelsea, Enzo Maresca, mengatakan, timnya sudah memenangkan pertandingan sejak 10 menit pertama. Ia mengatakan, The Blues sudah mengatur tempo dan para pemain bisa mengimplementasikan strategi dengan baik di atas lapangan saat itu. Maresca memanfaatkan Cole Palmer untuk mengeksplorasi ruang di sisi sayap ketika melakukan serangan balik. Hal tersebut diakui Palmer cukup efektif bagi permainan Chelsea.

Palmer memuji sang pelatih yang memberikan kebebasan sehingga bisa memanfaatkan celah di sisi sayap pertahanan PSG. Dengan kemampuan olah bola dan visi permainannya, sang pemain memaksimalkan celah tersebut dengan mencetak 2 gol dan 1 assist. Ia mengutamakan akurasi dan penempatan bola ke pojok gawang daripada kekuatan saat mencetak brace. Ditambah lagi, Palmer memanfaatkan kecerdikan Joao Pedro yang lepas dari perangkap offside PSG ketika memberikan assist untuk menorehkan gol ketiga Chelsea.

2. Menjaga kedisiplinan saat tanpa bola dan mengontrol lini tengah

Dilansir The Football Analyst, Chelsea tampil disiplin dalam menjaga lini pertahanan dan mengontrol lini tengah selama 90 menit. Keputusan Enzo Maresca memainkan Reece James bersama Moises Caicedo di lini tengah terbukti tepat. Sebab, keduanya tampil solid dengan tidak memberikan ruang kepada gelandang PSG, Vitinha dan Joao Neves. The Blues menggunakan sistem pertahanan 5-3-2 dengan James, Caicedo, dan Enzo Fernandez menjadi trio gelandang bertahan. Hal tersebut menyulitkan PSG dalam membangun serangan sehingga tidak ada kreativitas yang biasa ditunjukan Vitinha dan Neves.

Selain itu, Marc Cucurella yang bermain sebagai bek kiri ditempatkan sejajar dengan dua bek tengah, Levi Colwill dan Trevoh Chalobah. Sebagai gantinya, Pedro Neto turun sebagai wing back kiri untuk mengimbangi kecepatan Desire Doue maupun Ousmane Dembele. Strategi ini berhasil menghentikan pergerakan kedua winger PSG tersebut.

3. Performa fantastis Robert Sanchez membuat para pemain PSG frustrasi

Menurut laman resmi FIFA, PSG melakukan tembakan 9 kali dengan 6 di antaranya mengarah ke gawang. Namun, performa lini belakang Chelsea, terutama sang kiper, Robert Sanchez, begitu brilian. Dilansir Fotmob, Sanchez melakukan 6 penyelamatan selama 90 menit. Artinya, ia menghentikan enam tembakan PSG yang mengarah ke gawang Chelsea. Salah satu momen epik terjadi ketika Sanchez menepis sepakan jarak dekat Dembele dengan tangan kanannya pada menit ke-51.

Sementara itu, Chelsea melepaskan 9 sepakan dengan 5 di antaranya mengenai sasaran. Bedanya, The Blues mampu mencetak 3 gol dari total 5 tembakan mengarah ke gawang itu. Cole Palmer dan Joao Pedro memaksimalkan peluang mencetak gol secara klinis dan efektif. Berkat kedua pemain tersebut, Chelsea mampu mengendalikan pertandingan sementara para pemain PSG kehilangan konsentrasi dan frustrasi. Puncaknya, Joao Neves mendapat kartu merah ketika menjambak rambut Marc Cucurella pada menit ke-85.

Ketiga faktor di atas merupakan kunci kesuksesan Chelsea mengalahkan PSG dengan skor 3-0 pada final Piala Dunia Antarklub 2025. Dari final ini, The Blues membuktikan mentalitas kala menghadapi tekanan dalam laga final. Sebab, Chelsea memenangkan 6 dari 10 laga final di semua kompetisi sejak 2019. The Blues bahkan mengalahkan tim-tim kuat, macam Arsenal pada final Liga Europa (UEL) 2019, Manchester City pada final Liga Champions Eropa 2021, dan PSG pada final Piala Dunia Antarklub 2025. Uniknya, hanya Liverpool yang mampu mengalahkan Chelsea dalam empat laga final terakhir sejak 2019.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Gagah N. Putra
EditorGagah N. Putra
Follow Us