Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
twitter.com/MatchDayApp
twitter.com/MatchDayApp

Satu hal yang tidak asing lagi saat menyaksikan pertandingan sepak bola, khususnya Piala Dunia Rusia 2018 adalah senjata yang dibawa oleh wasit selain pluit, kartu dan jam tangan. Yaitu semprotan busa untuk membatasi bola saat terjadi tendangan bebas dan jarak barisan pagar betis pertahanan lawan.

Busa semprotan ini secara efektif membuat sebuah laga dapat berjalan lancar saat terjadinya set pieces, di mana tidak ada lagi pemain yang memaju-mundurkan bola atau barisan pertahanan lawan yang goyang sana goyang sini.

Lalu siapakah penemu sebenarnya? Dilansir dari Si.com dan Nytimes.com, berikut ini ulasannya.

1. Patenkan temuannya di Brasil

twitter.com/VeroSport

Namun di balik penerapan busa semprot ini, terdapat cerita yang cukup memilukan dari orang yang menemukan formula busa semprot ini.

Adalah seorang pria dari Brasil bernama Heine Allemagne yang pertama kali mendapatkan ide mengenai busa semprot lapangan yang dapat hilang tanpa bekas dalam waktu satu menit pada tahun 2000.

Sang pria berusia 47 tahun ini kemudian mematenkan temuannya ini di Brasil dan secara perlahan mulai digunakan dalam laga sepak bola, mulai dari kompetisi di negaranya.

Asosiasi Sepak Bola Brasil mewajibkan penggunaan busa semprot yang diciptakannya pada tahun 2003 dan kemudian menyebar ke liga-liga di Amerika Latin.

Pada tahun 2012, penemuannya sudah dipergunakan di lebih dari 18 ribu laga profesional, dan FIFA mengundang Heine Allemagne ke markas besar mereka di Zurich guna bertemu dengan top eksekutif badan sepak bola tertinggi tersebut. Termasuk Michel Platini, wakil presiden FIFA, Julio Grondona dan presiden komite wasit FIFA, Angel Villar.

FIFA pun menggunakan busa semprot ciptaannya di berbagai turnamen yang diselenggarakan, mulai dari Piala Dunia U-20, U-17 dan Piala Dunia Klub tahun 2013.

2. Sempat diundang temui petinggi FIFA di markas besar Zurich jelang Piala Dunia 2014

twitter.com/martynziegler

Uji coba ini begitu berhasil. Sehingga presiden FIFA saat itu, Sepp Blatter, menyatakan bahwa busa semprot tersebut akan dipergunakan di Piala Dunia Brasil 2014.

Lima bulan sebelum Piala Dunia Brasil 2014, Heine Allemagne ditawari oleh direktur marketing FIFA uang sebesar £380000 untuk membeli paten miliknya ini namun tidak ditanggapi karena dirasa terlalu murah.

Menurut penuturannya setelah partner bisnisnya berbicara dengan kepala keuangan FIFA, Grandona, yang menyatakan bahwa setelah Piala Dunia busa semprotnya akan memiliki nilai setidaknya £30 juta.

Impian menjadi miliarder berkat janji tersebut tidak terealisasi karena setelah Piala Dunia 2014, FIFA malah mengundang berbagai perusahaan untuk membuat semprotan serupa dengan label 'FIFA Approved' yang tentu saja melanggar hak paten miliknya.

3. Heine Allemagne kini bekerja sebagai buruh kasar di kebun kopi

Heine Allemagne dan partner bisnisnya pun melakukan somasi kepada FIFA atas pelanggaran ini, dan setelah berjuang sekian lama, bulan Desember lalu seorang hakim di Rio de Janeiro bernama Ricardo Lafaette Campos mengakui hak paten sang penemu di 44 negara, dan memerintahkan FIFA untuk menghentikan penggunaan semprotan tersebut di semua kompetisi atau terancam sanksi denda £10000 per laga.

Setelah tiga kali gagal dalam upaya banding, FIFA tetap bersikeras menggunakan semprotan busa ini meskipun terancam hukuman pidana karena melanggar hukum internasional. Para pengacara FIFA berargumentasi bahwa organisasi ini tidak berada di bawah yurisdiksi pengadilan Brasil - meskipun terdapat konvensi internasional antara Brasil dengan negara-negara di dunia.

Upaya hukum ini membuat Heine Allemagne harus kehilangan semua harta bendanya, dan kini terpaksa menjadi buruh upah di kebun kopi yang harus bertahan hidup melakukan pekerjaan kasar.

Dia tetap berharap kasusnya ini bisa dimenangkannya suatu saat dan uang senilai £30 juta yang pernah dijanjikan oleh seorang petinggi FIFA bisa didapatkannya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team