Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
potret pertandingan sepak bola (pexels.com/@domleroy)
potret pertandingan sepak bola (pexels.com/@domleroy)

Intinya sih...

  • Tottenham Hotspur juara Liga Europa 2024/2025 dengan posisi ke-17 di EPL.
  • Arsenal menjuarai Inter-Cities Fairs Cup 1969/1970 dari posisi ke-12 di Divisi Utama Inggris.
  • Inter Milan, Schalke 04, Sevilla, dan West Ham United menjuarai kompetisi Eropa meski performa buruk di liga domestik.

Tottenham Hotspur berhasil menjuarai Liga Europa 2024/2025 setelah mengalahkan Manchester United dengan skor tipis 1-0. Gol semata wayang dicetak oleh Brennan Johnson pada menit ke-42 setelah memanfaatkan umpan dari sisi kiri serangan. Raihan ini mengakhiri puasa gelar juara Spurs selama 17 tahun sekaligus menjadi trofi juara ketiga mereka di kancah Eropa.

Meski English Premier League (EPL) 2024/2025 masih menyisakan satu laga, Tottenham dipastikan menjadi klub dengan posisi liga terendah yang memenangkan trofi utama Eropa. Mereka saat ini berada di posisi ke-17 klasemen sementara liga. Ini menjadi kisah menarik bagi Spurs dan memperpanjang daftar klub dengan prestasi Eropa meski tampil buruk di liga domestik.

1. Arsenal berhasil menjuarai Inter-Cities Fairs Cup ketika hanya finis di peringkat ke-12 liga

Arsenal mengukir sejarah dengan menjuarai Inter-Cities Fairs Cup 1969/1970, turnamen yang kini dikenal sebagai Liga Europa. Menariknya, The Gunners hanya menempati posisi ke-12 di Divisi Utama Inggris pada musim tersebut. Dari 42 pertandingan, mereka hanya mencatat 12 kemenangan dan mengalami 12 kekalahan dengan total 42 poin.

Perjalanan mereka di kancah Eropa jauh lebih mengesankan. Arsenal mengatasi rintangan demi rintangan, termasuk Sporting Lisbon, Dinamo Bacau, dan akhirnya RSC Anderlecht di final. Dalam partai puncak, tim London utara berhasil membalikkan defisit agregat 1-3 menjadi kemenangan 4-3 berkat gol penentu dari Jon Sammels di Highbury. Meskipun performa domestik mengecewakan, gelar ini menjadi fondasi kejayaan Arsenal di Eropa.

2.  Inter Milan sukses menjuarai UEFA Cup 1993/1994 meski dengan performa buruk di Serie A Italia

Inter Milan menutup musim Serie A Italia 1993/1994 di posisi ke-13 dengan catatan 11 kemenangan, 9 imbang, dan 14 kekalahan. Mereka hanya mengoleksi 31 poin, menjadikannya salah satu musim liga terburuk dalam sejarah klub. Performa tandang sangat mengecewakan dengan hanya tiga kemenangan dari 17 laga.

Namun, di Eropa, performa I Nerazzurri berbanding terbalik. Mereka menjuarai UEFA Cup setelah mengalahkan Austria Salzburg di final. Penyerang asal Uruguay, Ruben Sosa, menjadi pilar penting dengan 16 gol di semua kompetisi musim itu. Inter juga mencatat kemenangan penting atas Borussia Dortmund dan Cagliari dalam perjalanan menuju gelar juara. 

3. Terlepas dari defisit gol di liga, FC Schalke mampu menjuarai UEFA Cup 1996/1997

FC Schalke 04 menyelesaikan musim Bundesliga Jerman 1996/1997 di posisi ke-12 dengan raihan 43 poin. Mereka mencatat 11 kemenangan, 10 imbang, dan 13 kekalahan, dengan selisih gol -5. Meski tampil biasa-biasa saja di liga, klub asal Gelsenkirchen ini menciptakan kejutan besar di kancah Eropa.

Dalam ajang UEFA Cup, Schalke berhasil menumbangkan Inter Milan di final melalui adu penalti. Jens Lehmann tampil luar biasa di bawah mistar gawang dan menjadi salah satu pahlawan kemenangan tersebut. Marc Wilmots dan Martin Max memberikan kontribusi besar dengan gol-gol penting di fase gugur. Trofi kejuaraan ini bisa dibilang menjadi pencapaian terbesar Schalke pada era modern.

4. Terlepas dari performa buruk di LaLiga Spanyol, Sevilla tetap menunjukkan taji di Eropa

Pada 2022/2023, Sevilla hanya mampu menempati peringkat ke-12 LaLiga Spanyol dengan 49 poin. Los Nervionenses mengalami 15 kekalahan dari 38 pertandingan dan mencatat selisih gol -7. Hasil ini sangat buruk bagi klub yang dikenal sebagai salah satu kekuatan tradisional di Spanyol.

Namun, di ajang Liga Europa, Sevilla kembali menunjukkan jati diri mereka sebagai spesialis turnamen tersebut. Klub Andalusia itu menjuarai trofi juara untuk ketujuh kalinya setelah menumbangkan AS Roma dalam adu penalti. Kiper Yassine Bounou tampil heroik dengan menyelamatkan dua tendangan penalti, sedangkan Gonzalo Montiel mencetak gol penentu. Musim liga yang mengecewakan pun terlupakan berkat magis mereka di Eropa.

5. Penampilan buruk di EPL tak menghalangi West Ham United menjuarai Conference League

West Ham United mengakhiri Premier League 2022/2023 di peringkat ke-14 dengan 40 poin. Mereka hanya meraih 11 kemenangan dalam 38 pertandingan dan mencetak selisih gol -13. Pasukan David Moyes nyaris terseret dalam pertarungan degradasi, tetapi selamat dengan jarak enam poin.

Di ajang Europa Conference League, cerita yang berbeda tercipta. The Hammers mencatat 14 kemenangan dari 15 pertandingan dan menaklukkan Fiorentina di final lewat gol menit akhir dari Jarrod Bowen. Tim ini mencatat 10 kemenangan beruntun di Eropa dan tampil jauh lebih meyakinkan dibanding performa domestik mereka. Gelar ini menjadi yang pertama bagi West Ham di level Eropa sejak 1965.

6. Tottenham Hotspur kini jadi klub peringkat terendah liga yang menjuarai kompetisi Eropa

Tottenham Hotspur saat ini berjuang di Premier League 2024/2025 dan menempati posisi ke-17, hanya satu tingkat di atas zona degradasi. Performa liga mereka tengah mendekati rekor terburuk dalam sejarah klub dengan koleksi 38 poin dari 11 kemenangan, 5 kali seri, dan 21 kekalahan hingga pekan ke-37. Menariknya, selisih gol mereka tidak minus, padahal tim yang posisinya lebih tinggi justru memiliki defisit gol hingga dua digit.

Walaupun demikian, hal itu terbayarkan oleh pencapaian di pentas Eropa. Mereka berhasil melaju ke final Liga Europa setelah menyingkirkan tim-tim tangguh seperti Eintracht Frankfurt dan FK Bodo Glimt. Kemenangan 1-0 atas Manchester United di final membuat Spurs menjadi tim dengan posisi liga terburuk yang pernah menjuarai kompetisi Eropa utama. Kemenangan ini sekaligus menggantikan posisi West Ham United sebagai pemilik rekor tersebut.

Prestasi klub-klub ini membuktikan bahwa kompetisi Eropa memiliki logika tersendiri. Sering kali, semangat dan momentum di luar liga domestik bisa menjadi penentu kejayaan kontinental.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team