Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
suporter Feyenoord (instagram.com/feyenoord)

Mayoritas klub sepak bola di dunia didirikan dan dikelola pemilik modal. Logikanya mudah, pada merekalah sumber daya berada, baik berupa materi maupun jaringan.

Pola ini pula yang kita temukan di Indonesia. Kebanyakan klub sepak bola di tanah air merupakan hasil inisiatif pemilik modal, bisa pengusaha atau pemerintah. 

Ada fenomena menarik, nih, bila kamu melipir ke Eropa. Beberapa klub sepak bola di sana ternyata berdiri dari hasil inisiatif buruh atau kelas pekerja. Dengan modal terbatas dan pemain seadanya, mereka kini mampu menembus liga kasta pertama.

Tentu prosesnya tidak secepat klub-klub dengan afiliasi kelas atas. Namun, ini yang bikin sepak terjang mereka jauh lebih heroik.

1. Feyenoord

Feyenoord (instagram.com/feyenoord)

Feyenoord dan Sparta Rotterdam adalah klub yang mewakili dua kelas berbeda di kota Rotterdam, Belanda. Sparta berdiri lebih dahulu dari dana kaum elite. Feyenoord didirikan 20 tahun kemudian dari hasil inisiatif sejumlah pekerja biasa. Meski pada akhirnya, seorang pengusaha datang membantu pendanaan klub, Feyenoord mengeklaim diri sebagai perwakilan kelas pekerja.

Hal ini terpampang jelas pada laman sejarah klub mereka yang menyebut bahwa klub tersebut adalah wajah asli Rotterdam. Ini kota yang mayoritas penduduknya merupakan pekerja di pelabuhan kala itu.

Sparta selalu mengungguli Feyenoord di liga domestik. Namun, itu berubah sejak 1920-an. Feyenoord seakan mendobrak dominasi Sparta dan menggantikan posisinya sebagai tim sepak bola tersukses dari Rotterdam.

2. Union Berlin

Editorial Team

Tonton lebih seru di