Secara finansial, Barcelona mengalami kerugian besar akibat absennya Camp Nou. Menurut The Athletic, klub memperkirakan kehilangan sekitar 90 juta euro (Rp1,733 triliun) per musim ketika bermarkas di Montjuic, sehingga total kerugian kini mencapai sekitar 180 juta euro (Rp3,467 triliun). Selain itu, keterlambatan pembangunan juga menghambat strategi finansial, termasuk rencana penjualan pendapatan masa mendatang dari VIP box senilai 100 juta euro (Rp1,926 triliun) yang seharusnya membantu batas gaji klub LaLiga.
Dari sisi olahraga, ketidakpastian stadion memberikan dampak langsung kepada persiapan tim. Pemain dan staf tidak mengetahui pasti di mana mereka akan bermain hingga mendekati hari pertandingan, sesuatu yang hampir tidak pernah dialami klub besar lainnya. Bahkan laga Liga Champions Eropa 2025/2026 melawan Paris Saint-Germain (PSG) pada Oktober 2025 belum jelas akan digelar di mana, karena Camp Nou belum pasti lolos inspeksi UEFA.
Dari segi reputasi, kegagalan mengelola proyek strategis ini membuat Barcelona dipandang buruk. Manajemen klub dinilai terlalu sering mengandalkan improvisasi dan keputusan jangka pendek, sebagaimana terlihat dari kepemimpinan Joan Laporta yang kerap menunda masalah ke depan. Sponsor utama, seperti Spotify, pun tidak dapat maksimal memanfaatkan eksposur karena stadion masih berbentuk proyek konstruksi dan bukan arena megah sebagaimana dijanjikan.
Penundaan pembangunan Camp Nou memperlihatkan betapa rapuhnya perencanaan besar Barcelona dalam beberapa tahun terakhir. Klub yang seharusnya tampil dengan stabilitas kini justru terjebak dalam ketidakpastian yang merugikan dari sisi finansial, olahraga, hingga citra global mereka.