Carlos Eduardo, kiper Persija Jakarta (Dok. Persija)
Permintaan Yanto soal pengetatan standar pemain asing bukan hal baru. Pada musim 2017 (sesuai regulasi paling lawas yang ada di laman resmi ILeague), aturan serupa pernah diterapkan dan dijelaskan secara gamblang dalam regulasinya.
Saat itu, PT LIB mengatur soal strata pemain asing berdasarkan kualitas kompetisi asal. Pemain asing dibagi dalam tiga strata, dengan prioritas tertinggi diberikan kepada mereka yang berasal dari kompetisi top Eropa dan Amerika Selatan, meski main di strata atau divisi tiga.
Pemain asing yang sebelumnya main di negara-negara UEFA seperti Spanyol, Inggris, Jerman, Italia, Portugal, Prancis, dan Rusia, kala itu dapat karpet merah buat main di kompetisi Indonesia secara langsung. Begitu pula dengan pemain yang berasal dari Argentina dan Brasil, meski cuma main di divisi tiga.
Sementara, pemain yang sebelumnya berkarier di Ukraina Belanda, Belgia, Swiss, Turki, Yunani, Republik Ceko, Kolombia, Paraguay, Chile, Korea Selatan, Arab Saudi, Iran, Jepang, Uzbekistan, Meksiko, dan Amerika Serikat, minimal harus main di divisi.
Kemudian, pemain yang berlaga di negara UEFA, CONMEBOL, CONCACAF lainnya, hingga Tunisia, Mesir, Republik Kongo, dan Nigeria, wajib berlaga di divisi teratasnya.
Pada aturan itu, pemain asing juga diwajibkan tampil minimal dalam 50 persen pertandingan resmi musim sebelumnya. Untuk pemain yang berkarier di negara Asia dan Afrika, tambahan syarat berupa keterlibatan aktif di tim nasional juga diterapkan, termasuk minimal jumlah caps dalam dua tahun terakhir. Aturan itu sangat jelas dan diterapkan sejak era Indonesia Super League.
Klasifikasi pelatih asing, pada era Indonesia Super League juga dijelaskan dengan gamblang lewat manual. Tak selamanya, pelatih dengan lisensi tertentu bisa bekerja, karena harus mengikuti verifikasi dan penyeragaman level dari operator.