Polemik Latihan Pramusim, Disiplin Klub atau Target Personal Pemain?

- Persiapan pramusim EPL kini melibatkan tes medis dan biometrik untuk menyesuaikan program latihan dengan kondisi individu pemain.
- Fenomena pemain sepak bola menggunakan pelatih pribadi di luar klub semakin umum, meski dapat menimbulkan tantangan bagi staf klub.
- Klub seperti Manchester City mengembangkan pendekatan hibrida untuk menyelaraskan kebutuhan pemain dan sistem internal dengan memanfaatkan hasil tes kebugaran pribadi pemain sebagai dasar perencanaan individual.
Persiapan pramusim di English Premier League (EPL) tak lagi sekadar momen pemanasan menjelang liga bergulir. Di balik layar, tiap klub kini menjalankan sistem ilmiah untuk memastikan para pemainnya siap menghadapi musim yang penuh intensitas. Dari tes darah hingga analisis postur tubuh, proses ini menjadi elemen vital dalam menjaga performa sekaligus mencegah cedera jangka panjang.
Perubahan ini dipicu oleh meningkatnya intensitas fisik kompetisi dan semakin sempitnya waktu pemulihan bagi para pemain. Klub pun dituntut untuk menyesuaikan program latihan mereka dengan kondisi individu, termasuk pemain yang baru kembali dari agenda internasional maupun yang sedang dalam proses pemulihan cedera. Dalam situasi ini, pramusim berubah menjadi ruang eksperimen kompleks, ketika kepentingan klub dan inisiatif pribadi pemain harus berjalan berdampingan dalam balutan teknologi, medis, dan strategi latihan yang presisi.
1. Klub wajib melakukan tes kebugaran saat pramusim bagi para pemainnya
Dalam dekade terakhir, pendekatan klub Premier League terhadap pramusim berubah drastis. Jika dahulu masa ini dianggap sebagai sesi pemanasan ringan, kini pemain menghadapi serangkaian tes medis, biometrik, dan fungsional sejak hari pertama mereka kembali ke pusat latihan. Misalnya, Crystal Palace melaksanakan skrining pramusim yang dimulai Juli, mencakup tes jantung, komposisi tubuh, kekuatan otot, serta simetri gerakan otot kaki dan pinggul.
Tes semacam ini tidak hanya dilakukan untuk mengetahui kondisi awal pemain, tetapi juga digunakan sebagai acuan jika terjadi cedera sepanjang musim. Dalam proses ini, data dari alat seperti force plate, NordBord, dan dynamometer digunakan untuk mengevaluasi kekuatan eksplosif otot dan sendi, kecepatan kontraksi otot, hingga distribusi berat tubuh pemain secara presisi. Hasil pengukuran ini kemudian digunakan tim medis dan pelatih fisik untuk merancang program latihan yang sesuai dengan kebutuhan individual setiap pemain.
Sementara itu, klub papan atas seperti Manchester City menerapkan pendekatan berbasis sains yang sangat terukur dalam setiap aspek pramusim. Salah satunya adalah pemanfaatan tes lari maksimal 6 menit atau six-minutes maximal running test (6MRT), yang kini semakin populer di Eropa. Gareth Sandford, ilmuwan olahraga yang pernah menjadi konsultan untuk Manchester City, menjelaskan tes ini sangat efektif untuk mengukur kapasitas VO2 max pemain secara langsung, karena durasi 6 menit mendekati batas maksimal pemanfaatan oksigen tubuh.
Dilansir The Athletic, tes 6MRT dianggap lebih representatif dibanding metode lama seperti tes laktat, karena memadukan daya tahan aerobik dan kemampuan pacing yang realistis di lapangan. Dari hasil dari tes ini bisa digunakan untuk menghitung kecepatan kritis yang menjadi parameter penting dalam menentukan intensitas latihan selama musim berjalan. Pendekatan ini menunjukkan bagaimana The Cityzens mengandalkan alat canggih untuk prinsip ilmiah yang relevan dalam mendukung performa para pemain elite mereka.
2. Sejumlah pemain menjalani latihan pribadi demi menjaga kondisi fisik
Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena pemain sepak bola menggunakan pelatih pribadi di luar sistem klub menjadi semakin umum. Selain dilakukan selama libur musim panas, sejumlah pemain juga menjalani gaya latihan ini pada pertengahan musim meski kompetisi sedang berjalan. Motivasi utama mereka antara lain adalah mencari keunggulan tambahan, yang dikenal sebagai marginal gains, yang dipopulerkan oleh Dave Brailsford, Direktur Olahraga INEOS yang membawahi para atlet yang disponsori mereka.
Contoh kasusnya adalah Jordan Henderson yang terlihat berlatih intensif di media sosial pada Juli 2023. Meski awalnya diyakini sebagai sinyal kesiapan untuk bersaing di Liverpool, nyatanya ia justru hengkang ke Al Ettifaq beberapa pekan kemudian. Latihan pribadinya menjadi pesan, ia masih berada dalam kondisi fisik puncak, kendati bersiap memasuki kompetisi yang berbeda levelnya.
Namun, keberadaan pelatih pribadi ini tidak selalu disambut baik oleh staf klub. Beberapa pelatih kebugaran klub mengeluhkan kurangnya koordinasi dan komunikasi antara pihak eksternal dengan klub, yang dapat menyebabkan overtraining, peningkatan risiko cedera, hingga kebingungan dalam evaluasi performa pemain. Salah satu mantan kepala fisioterapi Premier League bahkan menilai banyak pelatih pribadi bekerja demi promosi diri, bukan demi keberlangsungan performa pemain.
3. Tantangan klub dalam menyelaraskan program tim dan latihan pribadi pemain
Menyadari tren tersebut, beberapa klub mencoba beradaptasi dengan mengembangkan pendekatan hibrida untuk menyelaraskan kebutuhan pemain dan sistem internal. Manchester City kini merancang sistem pelatihan terpadu yang menggabungkan analisis ilmiah dengan fleksibilitas personal bagi setiap pemain. Selain mengandalkan sesi latihan di klub, mereka juga memanfaatkan hasil tes kebugaran pribadi pemain sebagai dasar perencanaan individual yang dapat diterapkan di luar lingkungan tim. Pendekatan ini memungkinkan klub memantau kesiapan fisik pemain secara akurat, meskipun mereka menjalani program latihan secara mandiri selama masa libur.
Kendati demikian, masih terdapat tantangan dalam menyelaraskan metode pelatih pribadi dan program resmi klub. Banyak pemain merasa lebih fokus saat berlatih di luar lingkungan klub karena pendekatan personal yang lebih detail. Namun, ini justru menjadi kendala ketika staf klub tidak mengetahui beban latihan tambahan yang dilakukan pemain di luar, sehingga menyulitkan proses pemulihan atau perencanaan latihan jangka panjang.
Salah satu solusi yang berkembang adalah pendekatan yang dilakukan oleh 292 Performance, sebuah lembaga independen yang menyediakan tim pendukung lengkap bagi pemain. Pendekatan mereka berbasis data sekaligus melibatkan komunikasi aktif dan berkelanjutan dengan pihak klub tempat pemain bernaung. Mereka menolak bekerja sama jika tidak ada keterbukaan informasi dengan staf klub. Hal ini untuk menjaga rekam jejak data serta dokumentasi setiap sesi latihan untuk menghindari kesalahpahaman atau risiko hukum pada kemudian hari.
Dalam kerasnya tuntutan fisik Premier League yang terus berkembang, pramusim kini menjadi perencanaan performa jangka panjang untuk menyatukan kebutuhan klub dan individu pemain sepak bola. Kolaborasi yang selaras antara klub dan pelatih pribadi berpotensi menjadi pilar utama dalam menjaga konsistensi dan ketahanan performa pemain di level tertinggi.