Dalam dekade terakhir, pendekatan klub Premier League terhadap pramusim berubah drastis. Jika dahulu masa ini dianggap sebagai sesi pemanasan ringan, kini pemain menghadapi serangkaian tes medis, biometrik, dan fungsional sejak hari pertama mereka kembali ke pusat latihan. Misalnya, Crystal Palace melaksanakan skrining pramusim yang dimulai Juli, mencakup tes jantung, komposisi tubuh, kekuatan otot, serta simetri gerakan otot kaki dan pinggul.
Tes semacam ini tidak hanya dilakukan untuk mengetahui kondisi awal pemain, tetapi juga digunakan sebagai acuan jika terjadi cedera sepanjang musim. Dalam proses ini, data dari alat seperti force plate, NordBord, dan dynamometer digunakan untuk mengevaluasi kekuatan eksplosif otot dan sendi, kecepatan kontraksi otot, hingga distribusi berat tubuh pemain secara presisi. Hasil pengukuran ini kemudian digunakan tim medis dan pelatih fisik untuk merancang program latihan yang sesuai dengan kebutuhan individual setiap pemain.
Sementara itu, klub papan atas seperti Manchester City menerapkan pendekatan berbasis sains yang sangat terukur dalam setiap aspek pramusim. Salah satunya adalah pemanfaatan tes lari maksimal 6 menit atau six-minutes maximal running test (6MRT), yang kini semakin populer di Eropa. Gareth Sandford, ilmuwan olahraga yang pernah menjadi konsultan untuk Manchester City, menjelaskan tes ini sangat efektif untuk mengukur kapasitas VO2 max pemain secara langsung, karena durasi 6 menit mendekati batas maksimal pemanfaatan oksigen tubuh.
Dilansir The Athletic, tes 6MRT dianggap lebih representatif dibanding metode lama seperti tes laktat, karena memadukan daya tahan aerobik dan kemampuan pacing yang realistis di lapangan. Dari hasil dari tes ini bisa digunakan untuk menghitung kecepatan kritis yang menjadi parameter penting dalam menentukan intensitas latihan selama musim berjalan. Pendekatan ini menunjukkan bagaimana The Cityzens mengandalkan alat canggih untuk prinsip ilmiah yang relevan dalam mendukung performa para pemain elite mereka.