Dengan keberadaan Edon Zhegrova, Dusan Vlahovic, dan Filip Kostic di Juventus bisa menjadi jembatan rekonsiliasi simbolis, atau justru bara api yang bisa menyulut ketegangan baru? Di level federasi, ada tanda-tanda mendekatnya hubungan. Albania dan Serbia secara mengejutkan sepakat menjadi tuan rumah bersama Euro U-21 2027, sebuah langkah yang dimaksudkan UEFA sebagai katalis untuk meningkatkan pemahaman dan kerja sama.
Meski demikian, di tribun penonton, gesekan tetap terasa. UEFA kerap menjatuhkan sanksi karena perilaku suporter Albania maupun Serbia, mulai dari nyanyian bernada kebencian, pembentangan spanduk provokatif, hingga pembakaran bendera. Bahkan pada Euro 2024 di Jerman, insiden saling ejek dan chant diskriminatif kembali mewarnai laga-laga yang melibatkan tim Balkan. Dengan latar itu, kehadiran pemain dari kedua pihak dalam satu tim Serie A Italia berpotensi memicu reaksi emosional di kalangan fans.
Namun, jika tiga pemain tersebut mampu menunjukkan harmoni di lapangan, Juventus bisa menjadi contoh kecil bahwa olahraga mampu menembus sekat politik. Profesionalisme mereka dapat memberi pesan, rivalitas berabad-abad bisa direduksi ketika tujuan bersama lebih besar dari identitas individu. Dalam konteks ini, Juventus sebagai klub sepak bola, sekaligus menjadi ruang uji coba rekonsiliasi yang tidak pernah berhasil sepenuhnya di panggung politik.
Sepak bola sering kali memaksa manusia untuk melihat musuh lamanya sebagai rekan satu tim. Kehadiran Edon Zhegrova, Dusan Vlahovic, dan Filip Kostic di Juventus pada 2025/2026 tidak hanya soal strategi taktik, tetapi juga tentang ujian bagi ide bahwa olahraga mampu meruntuhkan tembok sejarah yang selama ini memisahkan.