Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Sepak Bola dan Tradisi Memensiunkan Nomor Punggung sebagai Kehormatan

ilustrasi stadion sepak bola
ilustrasi stadion sepak bola (IDN Times/Mardya Shakti)
Intinya sih...
  • Penghormatan akibat kematian mendadak sebagai dasar pensiunnya nomor punggung
  • Legenda setia dan momor yang menjadi warisan klub
  • Nomor punggung yang dipensiunkan karena representasi komunitas

Sepak bola adalah olahraga yang menyimpan banyak cerita dan makna pada tiap aspeknya. Di balik angka di punggung pemain, tersimpan sejarah panjang, dedikasi, dan kebanggaan yang melekat pada sosok-sosok legendaris. Karena hal itulah beberapa klub memilih untuk memensiunkan nomor punggung sebagai bentuk penghormatan atas jasa besar pemain yang pernah mengenakannya.

Tradisi ini mencerminkan komitmen klub untuk menjaga nilai-nilai emosional dan sejarah tim. Nomor yang tidak lagi digunakan menjadi simbol penghargaan tertinggi atas kontribusi pemain yang telah meninggalkan jejak yang membekas dalam perjalanan klub. Lewat angka yang dipensiunkan, memori tentang sang pemain tetap hidup di hati para pendukung.

1. Penghormatan akibat kematian mendadak sebagai dasar pensiunnya nomor punggung

Salah satu kasus paling menyentuh dalam sejarah sepak bola terjadi ketika Marc‑Vivien Foé meninggal dunia saat memperkuat Kamerun pada semifinal Piala Konfederasi 2003 melawan Kolombia. Ia kolaps di lapangan pada menit ke-72 akibat hypertrophic cardiomyopathy atau kelainan jantung yang sering tidak terdeteksi. Kejadian itu membuat pertandingan berhenti sejenak dan para pemain diliputi kepanikan karena situasi yang terjadi begitu cepat dan tragis.

Sebagai bentuk penghormatan, RC Lens dan Olympique Lyon memensiunkan nomor punggung 17 yang dikenakan Foé saat membela kedua klub tersebut. Manchester City, klub terakhir Foé di Eropa, juga menghentikan penggunaan nomor 23 yang dipakai selama berkarier di sana. Aksi ini diperkuat momen simbolis saat seluruh pemain Kamerun mengenakan nomor 17 pada laga final Piala Konfederasi 2003.

Contoh serupa muncul 2 dekade kemudian ketika Liverpool memensiunkan nomor 20 milik Diogo Jota pada Juli 2025. Keputusan ini diambil setelah Jota dan saudara kandungnya, Andre Silva, meninggal dalam kecelakaan mobil di Spanyol. Keluarga Jota dilibatkan langsung dalam keputusan klub untuk memensiunkan nomor punggung 20 tersebut. Penghormatan ini diberlakukan untuk semua tim Liverpool, termasuk tim perempuan dan akademi.

2. Legenda setia dan momor yang menjadi warisan klub

Paolo Maldini menghabiskan seluruh karier profesionalnya selama 25 musim di AC Milan dan mencatatkan 647 penampilan resmi bersama klub. Ia menjadi sosok sentral dalam era kejayaan Rossoneri dengan koleksi 7 gelar juara Serie A dan 5 trofi Liga Champions Eropa. Dilansir Give Me Sports, sebagai bentuk penghormatan atas dedikasi dan prestasinya, AC Milan memensiunkan nomor punggung 3 pada 2009. Nomor ini hanya boleh digunakan kembali jika dipakai salah satu anak Maldini yang bermain sebagai bek sesuai pernyataan resmi klub pada laman mereka.

Dilansir Skysports, Inter Milan juga menerapkan bentuk penghormatan serupa terhadap Javier Zanetti, yang membela klub selama 19 musim dan mencatatkan 857 penampilan di semua kompetisi. Pada Juni 2014, presiden klub saat itu, Erick Thohir, mengumumkan, nomor 4 yang dikenakan Zanetti akan dipensiunkan secara permanen sebagai pengakuan atas kontribusi dan loyalitasnya terhadap klub. Selain itu, Zanetti langsung diangkat menjadi wakil presiden Inter Milan.

Berbeda dengan dua klub tersebut, AS Roma menyerahkan keputusan pensiun nomor 10 kepada Francesco Totti sendiri setelah pensiun pada 2017. Totti yang telah tampil dalam 782 pertandingan dan mencetak 307 gol untuk AS Roma memilih agar nomor tersebut tetap tersedia, meskipun hingga kini belum ada pemain yang berani memakainya. Penghormatan ini tetap terasa kuat karena para pemain dan suporter seolah sepakat menjaga nilai historis nomor tersebut tanpa perlu keputusan formal dari klub.

3. Nomor punggung yang menjadi simbol klub dan kebanggaan lokal

Ajax Amsterdam memensiunkan nomor punggung 14 pada awal 2007/2008 untuk menghormati Johan Cruyff, yang dianggap sebagai tokoh sentral dalam sejarah klub. Cruyff mulai mengenakan nomor itu pada 1970 dan menjadi identitas dirinya di lapangan serta mengubah cara dunia memandang penomoran dalam sepak bola. Sejak keputusan tersebut diambil, tak satu pun pemain Ajax menggunakan nomor 14 dalam pertandingan resmi, dan klub juga mengabadikan warisan Cruyff lewat program pelatihan muda dan stadion yang kini menyandang namanya.

Kasus serupa terjadi di Italia ketika Napoli memensiunkan nomor punggung 10 milik Diego Maradona pada 2000. Maradona membawa klub asal Naples itu meraih 2 gelar juara Serie A dan 1 Piala UEFA. Prestasi ini mengangkatnya lebih dari sekadar pemain bagi masyarakat di kota tersebut. Meski sempat dipakai kembali pada 2004/2005 karena regulasi kompetisi yang mewajibkan penomoran 1 hingga 11, penggunaan nomor 10 saat itu bersifat teknis dan sementara. Di Serie A, nomor tersebut tetap tidak digunakan dan kini menjadi simbol kebanggaan publik Naples.

Kedua kasus ini memperlihatkan dua pendekatan klub besar yang berakar dari penghormatan terhadap karakter ikonik pemainnya. Ajax mendefinisikan ulang nomor 14 sebagai bagian dari filosofi sepak bola yang melampaui satu generasi, sementara Napoli langsung menghubungkan nomor 10 dengan identitas kota mereka. Praktik ini menunjukkan angka di jersey menjadi sarana klub menyampaikan warisan sejarah dan membentuk narasi budaya melalui simbol yang diabadikan penggemar.

4. Nomor punggung yang dipensiunkan karena representasi komunitas

Sejumlah klub sepak bola dunia memilih memensiunkan nomor punggung bukan hanya karena pemain, melainkan juga untuk menghormati komunitas yang mendukung mereka. Flamengo, sejak 2007, tidak lagi menggunakan nomor 12 sebagai bentuk penghormatan kepada suporter, yang dianggap sebagai pemain ke-12 dalam tiap pertandingan mereka. Praktik ini juga diikuti klub lain seperti Atlético Mineiro dan Persija Jakarta yang menandai nomor tersebut sebagai milik penggemar.

Di sisi lain, tradisi tersebut berkembang secara lebih kreatif di berbagai belahan dunia. Dilansir GOAL, klub Major League Soccer (MLS) Amerika Serikat, Atlanta United, memilih memensiunkan nomor 17 sebagai simbol dedikasi kepada fans sekaligus penanda tahun debut mereka di liga. Di Eropa, klub asal Swedia seperti AIK dan Djurgården mendedikasikan nomor 1 untuk para pendukung, sementara Bursaspor di Turki memensiunkan nomor 16 sebagai representasi dari kode wilayah kota Bursa. Klub English Premier League, AFC Bournemouth mengalokasikan nomor 50 untuk fans mereka, bahkan menyisihkan nomor 99 untuk maskot, Cherry Bear, serupa dengan Leicester City yang menetapkan nomor 50 untuk Filbert Fox.

Praktik di atas menunjukkan, nomor punggung telah menjadi media simbolik dalam membangun relasi klub dengan berbagai elemen di luar skuad inti. Klub-klub menggunakan angka sebagai bagian dari narasi kolektif untuk memperkuat ikatan dengan suporter dan mewakili sejarah lokal atau nilai komunitas yang mereka anut. Penonaktifan nomor tersebut memperlihatkan komitmen klub dalam menyusun identitas kulturalnya melalui simbol-simbol kecil yang memiliki makna besar.

5. Makna dan kontroversi pemensiunan nomor punggung

Pemensiunan nomor punggung tidak mengikuti pola baku, sebab dipengaruhi alasan historis, sosial, emosional, dan administratif di masing-masing klub. Pemain yang wafat secara mendadak seperti Diogo Jota atau Marc-Vivien Foé dihormati melalui keputusan cepat yang dihormati dan tumbuh dalam skala global. Sementara itu, loyalitas jangka panjang seperti yang ditunjukkan Paolo Maldini atau Javier Zanetti menjadi dasar penghormatan yang lebih terstruktur, diikuti narasi formal klub dan identitas jangka panjang yang melekat pada satu angka.

Namun, tidak semua penghormatan diwujudkan dalam bentuk pensiun nomor. Dalam beberapa kasus, klub memilih pendekatan simbolik lain seperti mendirikan akademi, menamai stadion, atau menetapkan angka sebagai ikon tanpa menghilangkannya dari rotasi pemain aktif. Kasus Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo di LaLiga Spanyol memperlihatkan angka ikonis bisa tetap digunakan tanpa mengurangi bobot historisnya, baik karena alasan regulasi liga maupun strategi komersial. Artinya, penghormatan terhadap pemain atau komunitas tidak selalu membutuhkan penghilangan angka, melainkan bisa dibangun melalui narasi yang konsisten dan dihidupi bersama klub, suporter, dan budaya kompetisi itu sendiri.

Pemensiunan nomor punggung dalam sepak bola menjadi simbol memori, identitas, dan hubungan emosional antara klub, pemain, dan suporter. Praktik ini berkembang sesuai budaya dan nilai yang dianut masing-masing tim, dari rasa duka hingga bentuk loyalitas. Dalam dinamika modern, angka bisa tetap bermakna meski tidak dipensiunkan selama narasi penghormatannya terus dijaga.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Gagah N. Putra
EditorGagah N. Putra
Follow Us