Eks Presiden FIFA, Joao Havelange. (twitter.com/@PaseDeGooooool)
Sebelum Havelange menjadi presiden, FIFA berada di bawah kepemimpinan orang bebal asal Inggris, Sir Stanley Rous. Pria yang juga mantan wasit itu memimpin FIFA dengan pandangan Eropa-sentris. Alhasil, tim-tim dari Asia dan Afrika tidak begitu dapat perhatian.
Sebelum 1974, jatah tim dari Asia, Afrika, dan Australia-Oseania, hanya satu di Piala Dunia, dan itu mesti diperebutkan oleh banyak negara. Alhasil, gaung negara-negara dunia ketiga tidak terlalu terdengar di Piala Dunia. Ada semacam penindasan tidak langsung yang dilakukan.
Kemudian, Havelange datang. Seketika begitu dia terpilih, berbagai terobosan baru dilakukan untuk sepak bola Asia dan Afrika. Dia sempat melihat langsung kondisi sepak bola Asia dan Afrika, dengan membawa serta bintang Brasil di Piala Dunia, Pele, sebagai pendamping.
Tanpa ragu, Havelange menambah jatah tim Asia dan Afrika di Piala Dunia. Pada Piala Dunia 1998, atau di masa terakhir kepemimpinan Havelange, tercatat jatah tim Asia di Piala Dunia menjadi empat, sedangkan Afrika menjadi lima tim. Hal itu merupakan buah dari perjuangan Havelange.
Berkatnya, sepak bola Asia dan Afrika mampu menunjukkan taringnya di dunia, bersaing dengan negara-negara Eropa dan Amerika Selatan. Mereka tidak lagi jadi pihak yang tertindas dan minoritas di kancah sepak bola dunia.