wasit perempuan di Piala Dunia 2022 (instagram.com/fifawomensworldcup)
Sejak lama keterlibatan perempuan dalam olahraga terlambat dibandingkan laki-laki. Melansir liputan Maya Wei-Haas dan Jackie Mansky untuk majalah Smithsonian, pemrakarsa International Olympic Committee, Pierre de Coubertin, bahkan pernah berseloroh bahwa olimpiade (kompetisi olahraga) seyogyanya diciptakan untuk laki-laki. Perempuan dianggapnya sebagai gender yang lebih lemah dan cukup menonton saja.
Padahal, sebenarnya perempuan dan laki-laki bisa disatukan dalam satu cabang olahraga, seperti lari maraton misalnya. Namun, memang harus diakui kultur bias gender dalam olahraga sangat kuat. Dalam sepak bola saja, pertandingan dan turnamen untuk perempuan baru ditemukan pada 1930-an. Sementara, struktur untuk sepak bola pria sudah terbentuk bahkan pada akhir abad ke-19.
Belum lagi banyak stereotip buruk yang melekat pada perempuan yang menggemari olahraga. Contohnya saja anggapan bahwa mereka memiliki orientasi seksual berbeda hingga kekhawatiran akan memiliki bentuk tubuh yang tak menarik karena terlalu berotot dan lain sebagainya.