Mitos atau Fakta? Ini Penjelasan Burn In dalam Dunia Teknologi Audio

Kamu baru beli headphones atau earphones baru? Selamat, ya. Kamu sedang menapaki jalan pertama untuk menjadi seorang pencinta audio (audiophile).
Di kalangan audiophile, terdapat satu istilah, burn-in. Seperti namanya, headphones atau earphones yang baru saja kamu beli akan "dibakar" demi menjamin pengalaman audio yang mumpuni.
Hal tersebut dilakukan dengan cara menyetel musik dengan volume penuh untuk beberapa jam atau hari. Baru setelah itu, kamu dapat memakainya. Terdengar merepotkan? Memang, itulah jalan para audiophile yang mengejar kesempurnaan untuk telinga mereka.
Pada dasarnya, konsep burn-in dilakukan untuk mengetes produk apakah mereka dapat bertahan jika dipakai untuk waktu yang lama. Dengan kata lain, bukan hanya sektor audio, namun bahkan otomotif hingga kamera pun juga melakukan hal yang sama.
Namun, permasalahannya, apakah burn-in sesuatu yang perlu? Atau sekadar mitos?
1. Definisi burn-in
Seperti yang dibahas sebelumnya, burn-in adalah prosedur di mana perangkat audiomu diperdengarkan dengan suara-suara yang bising agar mengeluarkan kualitas yang optimal.
Suara bising tersebut disebut pink noise, black noise, atau white noise. Atau, kamu bisa menggunakan lagu-lagumu dan setel hingga volume-nya maksimum.
Saat kamu "membakar" perangkat audiomu, kamu sedang memastikan bahwa setelahnya, perangkat tersebut akan mengeluarkan kualitas suara yang optimal. Ternyata, burn-in tidak hanya berlaku untuk pelantang telinga, melainkan juga berbagai perangkat audio mulai dari amplifier hingga kabel!
Kalau untuk headphones atau earphones, burn-in dilakukan untuk melenturkan diafragma di dalamnya agar suara yang dikeluarkan lebih asoi. Prosesnya pun terkadang memakan waktu mulai dari 40 jam hingga 400 jam!
Baru setelahnya, kamu boleh memakai perangkat audiomu. Berikut adalah contoh suara pink noise yang digunakan untuk burn-in.