ilustrasi psikolog (pexels.com/@mentatdgt-330508)
Tak hanya mengedukasi masyarakat, pemerintah juga memiliki peran penting dalam melindungi dan memberi keadilan bagi warga negara yang mengalami kekerasan seksual.
“Lamanya pengesahan RUU PKS (Penghapusan Kekerasan Seksual) membuktikan kurangnya komitmen pemerintah dalam melakukan perlindungan terhadap korban dan penyintas kekerasan seksual. Jangan sampai kita menjadi enabler atau orang yang membiarkan ketidakadilan terjadi,” lanjut dr. Alegra.
Korban kekerasan seksual juga membutuhkan pertolongan medis yang berfokus pada pemulihan. Pertolongan seperti pemeriksaan fisik, screening HIV/IMS, kontrasepsi emergensi, dan pertolongan psikologis tentu diperlukan.
Dr. Alegra menjelaskan bahwa seseorang yang mengalami kekerasan seksual berpotensi mengalami tekanan psikologis. Kekerasan seksual merupakan kejadian katastrofe. Orang yang mengalaminya bisa mengalami perasaan takut, insomnia, mimpi buruk, hingga cemas berlebih.
“Salah satu usaha yang sudah dilakukan pemerintah adalah layanan P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak). Dalam komunitas, yang dapat kita berikan adalah rumah aman, serta perlindungan dari keluarga, teman, dan orang terdekat.”
Dr. Alegra menambahkan bahwa secara umum, tidak ada satu produk yang secara ajaib dapat menyelesaikan masalah kekerasan seksual. Selain usaha sistematis dari pemerintah dan masyarakat, penting bagi kita untuk mengajarkan consent atau persetujuan afirmatif.
Selama ini kita lebih fokus pada kekerasan seksual, yang dilakukan oleh orang tidak dikenal, tetapi data menunjukkan bahwa kasus kekerasan seksual banyak timbul dari orang yang dikenal. Dalam ranah personal, penting bagi kita untuk memberikan batasan: “Apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan?”
Mari menghormati satu sama lain, tanpa memberi toleransi bagi orang yang melanggar batasan tersebut.
Mazaya berharap gelang digital ini dapat sesegera mungkin untuk mendapatkan penelitian lebih lanjut agar dapat dipasarkan kepada orang-orang Indonesia. Meski dapat menjadi salah satu perlindungan, masyarakat tetap membutuhkan edukasi apa itu kekerasan terhadap perempuan dan bagaimana tidak menormalisasi kekerasan baik verbal maupun non-verbal.