Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi prosesor (unsplash.com/benjamin lehman)
ilustrasi prosesor (unsplash.com/benjamin lehman)

Intinya sih...

  • Prosesor laptop hemat daya dengan TDP 15W-45W, sementara prosesor desktop memiliki TDP 35W-200W untuk performa tinggi.

  • Sistem pendinginan prosesor desktop lebih kuat dengan heatsink besar, sedangkan laptop cenderung mengalami thermal throttling.

  • Prosesor desktop memiliki lebih banyak core dan cache, serta kecepatan clock dan kemampuan overclocking yang lebih tinggi.

Saat memilih laptop dan desktop, sebagian besar orang cenderung fokus pada desain, harga, atau portabilitas. Padahal, salah satu aspek paling krusial untuk diperhatikan adalah prosesor. Prosesor ini merupakan “otak” dari sistem komputer dan sangat menentukan kinerja keseluruhan perangkat. Baik laptop maupun desktop memang sama-sama memiliki prosesor, tetapi sebenarnya ada perbedaan besar dalam cara keduanya dirancang dan bekerja.

Perbedaan ini tak hanya mencakup kekuatan pemrosesan, tetapi juga konsumsi daya, sistem pendingin, kemampuan untuk di-upgrade, hingga kinerja grafis. Memahami karakteristik masing-masing akan membantumu membuat keputusan yang tepat sesuai dengan kebutuhan—apakah kamu butuh perangkat yang ringkas dan hemat daya, atau mesin yang bertenaga untuk pekerjaan berat. Yuk, simak beberapa perbedaan utama antara prosesor laptop dan desktop berikut ini!

1. Konsumsi daya

ilustrasi prosesor (pexels.com/Andrey Matveev)

Prosesor laptop didesain untuk hemat energi dengan kebutuhan daya (thermal design power/TDP) antara 15W hingga 45W. Hal ini penting agar baterai laptop tahan lama dan suhu tetap rendah di perangkat yang ringkas dan mudah dibawa. Sedangkan prosesor desktop biasanya punya TDP antara 35W sampai 200W karena menggunakan sumber listrik AC yang stabil, jadi bisa memberikan performa tinggi tanpa khawatir baterai cepat habis. Jadi, laptop hemat daya tapi performanya cenderung lebih rendah dibanding desktop.

2. Sistem pendinginan

ilustrasi prosesor (unsplash.com/Roman Spiridonov)

Karena mengonsumsi daya lebih besar, prosesor desktop menghasilkan lebih banyak panas sehingga butuh sistem pendinginan yang lebih kuat, seperti heatsink besar, kipas ekstra, atau bahkan sistem pendingin cair. Ini memungkinkan CPU desktop berjalan pada kecepatan tinggi dalam waktu lama. Sebaliknya, laptop punya ruang terbatas untuk pendinginan sehingga biasanya menggunakan kipas kecil dan heatsink yang lebih sederhana. Akibatnya, laptop kadang mengalami thermal throttling, yaitu prosesor menurunkan kecepatan untuk menghindari panas berlebih, sehingga performanya tidak bisa selalu maksimal.

3. Jumlah core dan ukuran cache

ilustrasi prosesor (unsplash.com/Christian Wiediger)

Prosesor desktop umumnya memiliki lebih banyak core dan cache yang lebih besar dibanding prosesor laptop. Core yang banyak membuat desktop lebih kuat untuk multitasking dan menjalankan aplikasi berat yang menggunakan banyak thread. Cache yang besar juga mempercepat akses data, meningkatkan kinerja. Laptop, yang fokus pada efisiensi dan ukuran kecil, biasanya punya core dan cache lebih sedikit sehingga kurang cocok untuk pekerjaan berat atau multitasking kompleks.

4. Kecepatan clock dan kemampuan overclocking

ilustrasi prosesor (unsplash.com/Christian Wiediger)

Prosesor desktop biasanya punya kecepatan clock dasar dan boost yang lebih tinggi, artinya proses data bisa berjalan lebih cepat. Selain itu, desktop juga punya ruang lebih besar untuk overclocking, di mana pengguna bisa menaikkan kecepatan prosesor di atas standar pabrik, berkat pendinginan dan pasokan daya yang lebih baik. Sementara prosesor laptop hanya bisa di-overclock sedikit, yaitu hanya sekitar 200-300 MHz karena keterbatasan panas dan daya. Jadi desktop lebih unggul dalam menjaga performa tinggi, terutama saat gaming atau editing video.

5. Desain socket dan kemudahan upgrade

ilustrasi prosesor (unsplash.com/Christian Wiediger)

Perbedaan besar lainnya adalah cara pemasangan prosesor. CPU desktop biasanya dipasang di soket pada motherboard, sehingga mudah diganti atau di-upgrade. Ini memberi fleksibilitas pengguna untuk meningkatkan performa komputer seiring waktu. Sebaliknya, sebagian besar prosesor laptop disolder langsung ke motherboard, membuat upgrade sangat sulit atau bahkan tidak mungkin. Ini membatasi umur pakai dan opsi peningkatan laptop dibanding desktop.

6. Ukuran fisik dan desain

ilustrasi prosesor (unsplash.com/benjamin lehman)

Prosesor desktop berukuran lebih besar, memungkinkan desain yang lebih kompleks, jumlah core lebih banyak, dan manajemen panas lebih baik. Ukuran ini bukan masalah di desktop yang punya ruang lega. Sedangkan laptop harus memakai prosesor yang sangat ringkas agar muat di bodi tipisnya. Miniaturisasi ini seringkali memaksa kompromi antara performa dan pengelolaan panas demi menjaga ukuran tetap kecil dan efisiensi tetap tinggi.

7. Performa grafis terintegrasi

ilustrasi prosesor (unsplash.com/Olivier Collet)

Baik prosesor laptop maupun desktop biasanya punya grafis terintegrasi, tapi performanya berbeda. Prosesor desktop bisa menyediakan lebih banyak daya untuk grafis terintegrasi sehingga lebih kuat untuk tugas-tugas, seperti gaming atau menonton video. Prosesor laptop dioptimalkan untuk hemat energi, jadi performa grafisnya biasanya lebih terbatas dibanding desktop.

Kendati prosesor laptop dan desktop punya tujuan yang sama, tetapi keduanya memiliki kebutuhan yang berbeda. Laptop mengutamakan efisiensi daya, ukuran kecil, dan daya tahan baterai, sehingga konsumsi dayanya rendah, ukurannya kecil, dan upgrade sulit dilakukan. Sedangkan desktop bebas dari batasan tersebut, sehingga bisa memberikan performa lebih tinggi, fleksibilitas upgrade yang lebih besar, dan sistem pendinginan yang lebih baik.

Editorial Team