Alasan Mikrotransaksi Jadi Awal Mula Keruntuhan Bisnis Video Game
Sistem mikrotransaksi banyak menuai kontroversi
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Mikrotransaksi adalah transaksi elektronik yang terjadi di dalam video game menggunakan uang asli (bukan mata uang dalam game). Adanya digitalisasi memudahkan pengembang dan penerbit video game untuk memecah video game menjadi beberapa bagian. Bagian-bagian ini kemudian dijual secara terpisah di dalam game.
Mikrotransaksi ini banyak sekali ragamnya, mulai dari aksesori untuk tampilan karakter atau yang lazim disebut skin, konten cerita dan mekanik permainan yang baru, dan barang dalam game yang eksklusif. Biasanya konten ekstra ini tidak bisa didapatkan apabila kita membeli game dasarnya saja. Tentunya, ini sangat memberatkan pemain yang ingin merasakan semua hal yang ditawarkan oleh game tersebut. Sudah harga game dasarnya mahal, eh, harus ditambah beli printilan-printilannya juga. Berikut alasan mikrotransaksi jadi awal mula keruntuhan bisnis video game.
1. Kenapa mikrotransaksi dalam game bisa marak terjadi?
Mengapa praktik ini marak dijumpai dan seolah-olah dimaklumi? Perusahaan dan developer sudah paham betul bahwa pemain sangat ingin memainkan game mereka. Tidak jarang, kita menemui orang-orang yang sangat fanatik dengan sebuah judul atau serial video game, mulai dari game sederhana, seperti Candy Crush, hingga game modern dengan tampilan realistis seperti, Grand Theft Auto V (GTA V) dan Assassin’s Creed Odyssey. Untuk orang-orang seperti ini, harga bukanlah masalah. Yang terpenting, mereka bisa bermain game kesayangan mereka dengan konten yang lengkap.
Bagi mereka yang cuma punya uang pas-pasan, tentunya hal ini sangat memberatkan dompet mereka yang sudah tipis seperti tisu. Bayangkan saja, game keluaran terbaru harganya sekitar Rp600ribu—Rp1 juta. Dengan model mikrotransaksi, game tersebut berarti belum lengkap karena masih ada konten tersembunyi di balik kata-kata ekstra konten. Gokil juga, ya!
Bagi gamer yang tidak terlalu memikirkan konten dalam game, hal ini bukan masalah besar. Namun, bagi gamer fanatik yang ingin merasakan seluruh konten yang ditawarkan, tentunya hal ini akan membuat frustrasi. Merasa relate?
Dari sinilah, perusahaan dan developer video game melihat adanya pasar untuk mengembangkan mikrotransaksi. Mereka melihat bahwa pemain (meski tidak semua) nyatanya mampu untuk membayar dan membeli mikrotransaksi yang ditawarkan. Namanya juga perusahaan yang nyari untung, kalau bisa diduitin, kenapa gak?
Baca Juga: 7 Game Terbaik yang Berlatar di Inggris Era Victoria
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.