TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

7 Momen di Mana Publisher Merusak Sebuah Video Game, Memalukan Banget!

EA menjadi publisher yang mendominasi di daftar ini

pcgamer.com

Suka atau tidak, video game diciptakan untuk menghasilkan uang. Dalam kasus seperti ini, publisher sebagai investor yang minim akan peran kreatif, umumnya dipandang sebagai tokoh yang jahat. Pandangan ini tidak sepenuhnya salah karena memang banyak publisher dengan cap buruk di luar sana.

Mereka biasanya mendorong durasi pengembangan para developer hingga mencampuri hal-hal yang tidak mereka mengerti, seperti menyuntikkan microtransaction. Berikut 7 momen di mana publisher merusak sebuah video game.

1. Haze

gamesradar.com

Haze pada awalnya dibuat sebagai game inovatif dengan premis original dan beragam fitur baru yang menarik. Sayangnya, Ubisoft selaku publisher ingin Haze ini bersaing dengan Halo, sehingga pada akhirnya ini kehilangan banyak esensi unik yang akan dibawanya.

Free Radical sebagai developer bahkan tidak diberikan waktu lebih oleh Ubisoft untuk mengerjakan game ambisius ini. Karena keegoisan itu, Free Radical akhirnya ditendang dari pengembangan gamenya sendiri, dengan Ubisoft mengambil alih kendali. Hasilnya? Haze berakhir menjadi game yang sangat mengecewakan dengan segudang ulasan negatif.

2. Middle-Earth: Shadow Of Mordor

digitaltrends.com

Shadow Of Mordor merupakan game action-adventure yang solid dengan mitologi Middle-Earth sebagai pondasi dari ceritanya. Sayang seribu sayang, Warner Bros selaku publisher malah menyuntikkan microtransaction ke dalam game ini.

Tidak seburuk kasus microtransaction Star Wars Battlefront II memang, namun cukup untuk membuatnya begitu tidak disukai oleh banyak pemain. Untungnya, beberapa minggu pertama setelah dirilis, ulasan buruk mengenai microtransaction begitu mengemuka, sehingga pada akhirnya itu dihapuskan dari gamenya.

Baca Juga: Daftar 7 Game Biasa Paling Overrated Saat Ini, Sudah Pernah Main Juga?

3. Titanfall 2

ea.com

Titanfall 2 berhasil tampil sebagai salah satu game FPS terbaik ketika dirilis pada tahun 2016. Namun, pujian kala itu sangat sulit didapatkan karena Titanfall 2 dirilis di tahun yang sama dengan Battlefield 1 dan Call Of Duty: Infinite Warfare.

Waktu perilisan yang bisa dibilang kurang tepat ini, mendorong suatu teori konspirasi yang menyatakan bahwa EA selaku publisher, memang sengaja merilis Titanfall 2 di waktu yang tidak tepat. Alasannya? agar nilai Respawn selaku developer bisa turun ketika gamenya gagal, dan EA dapat membelinya dengan harga yang murah setahun kemudian.

4. Dead Space 3

gamersyde.com

Dead Space 2 mulai beralih dari akarnya dan Dead Space 3 semakin menjadi-jadi karena ulah EA selaku publisher. Mengetahui bahwa survival horor bukanlah genre yang akan mendatangkan banyak pundi-pundi uang, Dead Space 3 didorong oleh EA untuk menjadi game action-shooter.

Tak hanya itu saja, microtransaction juga ditanamkan untuk mendulang lebih banyak uang. Pada akhirnya, Dead Space 3 berakhir sebagai game yang tidak berada di jalur yang sebenarnya. Ini seakan dibuat secara khusus untuk mengeruk sebanyak mungkin uang dari kantong para pemain.

5. Need For Speed

gamerinfo.net

Dengan kustomisasi kendaraan yang menyeluruh, aksi bergaya arcade dan mekanisme balap yang realistis, seri reboot Need For Speed yang dirilis pada tahun 2015, berhasil tampil sebagai game balap yang kreatif dan punya kelas sendiri. Sayangnya, keberhasilan itu memunculkan minat ekstra EA selaku developer untuk meraih banyak uang ke dalam rekening mereka.

Di bawah kendali EA, Need For Speed menjadi game yang berbeda dari dulu, dengan kurangnya inovasi, fokus terhadap uang dan microtransaction. Buruknya lagi, EA mengulangi keburukan yang sama di seri selanjutnya yaitu Payback.

6. SimCity

instant-gaming.com

Dirilis sepuluh tahun setelah SimCity 4 dan enam tahun setelah SimCity Societies, SimCity yang ditetapkan sebagai seri reboot, mendapatkan cukup banyak antisipasi. Namun secara mengejutkan, seminggu setelah dirilis, ini meraih begitu banyak ulasan buruk.

Alasannya sederhana, di mana EA selaku publisher mengaku bahwa mereka melakukan tindakan ‘bodoh’ dengan merilis paksa SimCity sebelum gamenya sendiri selesai. Masalah utama SimCity sendiri terletak pada fakta bahwa ini merupakan game always-online, namun dengan server yang begitu buruk sehingga tidak dapat dimainkan.

Baca Juga: 7 Game Penuh Tipu Daya yang Menjual "Kebohongan", Pernah Jadi Korban?

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya