[REVIEW] SunnySide, Life Simulation Ambisius yang Kurang Mengesankan

SunnySide akhirnya tiba di konsol. Setelah tertunda selama 1 bulan, RainyGames (developer game) bersama Merge Games (penerbit) merilisnya di PlayStation 5 dan Xbox Series X/S pada 16 Agustus 2024. Sebelum itu, ia hanya bisa diakses via Steam.
Menunggu SunnySide rilis di konsol sendiri sebenarnya cukup menyebalkan, apalagi setelah memainkan gamenya sendiri. Sebab, alih-alih muncul sebagai karya yang patut dinikmati publik setelah penundaan sebulan lamanya, ia justru hadir seperti game yang belum selesai dikerjakan. Sejumlah kekutu (bug) kerap menganggu sampai ke tingkat yang paling meresahkan (force close), padahal elemen-elemen di dalamnya tampak menjanjikan.
Selengkapnya, begini ulasan SunnySide, life Simulation game ambisius yang kurang mengesankan.
1. Ceritanya menarik dengan plot yang cukup misterius

Seperti kebanyakan life simulation game, macam Harvest Moon dan Story of Seasons, SunnySide punya plot serupa. Karakter utama dari kota besar akan merantau ke kota kecil. Dia menetap di sana sebagai seorang petani.
Selama hidup di kota kecil itu, karakter utama mesti berbaur dengan penduduk setempat. Dia dituntut menjalin hubungan dengan mereka dalam misi memakmurkan kota. Kedekatan karakter utama dengan penduduk itu lalu mengantarkannya kepada cerita keseharian yang relevan.
Karakter utama juga akan bertemu dengan sebuah robot misterius bernama Sparky. Dia diminta membantu sang robot menemukan kembali ingatannya yang hilang. Dalam perjalanan yang penuh tanda tanya itu, karakter utama akan menghadapi pertarungan sengit melawan monster dalam gua.
Meski tinggal di kota kecil, karakter utama sendiri dibekali sejumlah alat modern dalam menjalankan perkebunannya. Dia akan dilengkapi alat-alat canggih, seperti drone dan laptop, untuk mengembangkan lahan yang dibelinya dengan harga murah. Kehadiran mereka membuat kegiatan berkebun menjadi pengalaman yang berbeda dari biasanya.
2. Mengusung kebebasan dalam bermain game yang hampir tanpa batas

SunnySide, nama kota sesuai judul gamenya, dibangun di atas peta yang luas. Karakter utama bisa menjelajahi tiap petak yang ada di sana, mulai dari mengunjungi peternakan tetangga, laboratorium sebuah universitas, hingga kota bernama Higashi yang lebih besar dari SunnySide itu sendiri. Luasnya wilayah yang bisa dijelajahi itu sekaligus memungkinkan karakter utama melakukan berbagai hal, seperti mencari sumber daya di hutan dan laut serta menambang mineral di gua.
Gameplay SunnySide secara umum terbilang menarik. Sebab, ia mengusung beberapa konsep permainan dengan kebebasan yang hampir tanpa batas. Dalam mengembangkan perkebunan, misalnya, karakter utama tidak akan terpaku oleh bangunan yang ajek seperti di Harvest Moon dan Story of Seasons. Sebab, dia bisa menyesuaikan eksterior dan interior dengan kebutuhan dan keinginan seperti di The Sims.
Karakter utama juga dibekali sebuah smartphone. Fiturnya bervariasi, mulai dari jurnal untuk mengakses misi hingga media sosial untuk menghubungi teman. Bahkan, ada aplikasi lokapasar untuk membeli bibit tanpa perlu datang ke toko mereka. Ini seperti berbelanja di Tokopedia atau Shopee.
Selain urusan sehari-hari, seperti sudah disinggung di atas, karakter utama bisa mengarungi petualangan bersama Sparky dalam misi mengembalikan ingatan sang robot. Misi ini mengantarkannya kepada pertarungan melawan monster dalam gua dengan battle system yang cukup oke. Ini seperti memainkan Rune Factory sekaligus Persona.
3. Visualnya tampak hambar di beberapa bagian, termasuk pada character customization

Kebebasan juga hadir dalam membuat karakter utama. Gamer bisa menyesuaikan karakter sesuai keinginan, mulai dari bentuk tubuh hingga identitas gender. Namun, visual 3D-nya terkesan hambar. Reka citranya bahkan membutuhkan waktu proses yang sedikit lebih lama, terutama saat memasuki character customization pada awal permainan. Gambarnya kerap blur terlebih dahulu sebelum menunjukkan wujud aslinya.
Sudah begitu, warna yang tersedia sebagai opsi warna kulit, mata, hingga rambut tidak sesuai dengan palet. Begitu pun pada warna pakaian. Hitam, misalnya, bisa tampak seperti abu-abu.
Visual 3D yang sama hambar terjadi kepada non-player character (NPC), baik penduduk SunnySide maupun turis. Tampilannya bisa kurang detail. Bahkan, pada beberapa kesempatan, karakter-karakter berkulit terang tampak pucat seperti mayat. Padahal, visual 2D-nya begitu memesona. Ia dibalut dengan gaya menggambar ala anime.
Developer sepertinya buru-buru dalam mengembangkan visual. Ini tampak pula pada user interface. Sebagian detail informasi sulit diakses karena ukuran huruf yang terlalu kecil. Kursor yang dipakai untuk mengakses semua itu juga terasa lamban. Gamer bisa memakan waktu lebih banyak daripada seharusnya sehingga terkesan tidak efisien.
4. Variasi musik yang asyik dengan opsi untuk memainkannya yang terbilang mudah

SunnySide menyediakan fitur setting yang memungkinkan gamer menyesuaikan pengaturan dengan preferensi pribadi. Salah satunya menyangkut pengaturan audio. Gamer boleh memilih fokus kepada suara musik atau suasana.
Musiknya sendiri terbilang menarik. Karakter utama di SunnySide akan menemukan musik-musik baru seiring perjalanan. Musik-musik itu bisa diakses dan diganti kapan saja lewat smartphone. Namun, untuk bisa menyetelnya, dia mesti membeli piringan hitam di kota terlebih dahulu. Sebab, pada awal permainan, karakter utama hanya diberi dua buah piringan hitam.
Sayangnya, tidak ada musik gratis yang ikonis seperti musik pada Harvest Moon dan Story of Seasons. Meski begitu, ini bukan masalah besar. Setidaknya musik yang tersedia tidak menggangu permainan.
5. Semua elemen seharusnya bisa terjalin dengan baik jika tidak ada kekutu
SunnySide memang menjanjikan. Ceritanya terarah dengan baik. Naskahnya boleh dibilang brilian. Pengembangnya tampak ambisius. Namun, ia tidak dilengkapi dengan optimasi yang cukup di beberapa sisi yang sudah disebutkan di atas. Belum lagi kehadiran sejumlah kekutu di tengah-tengah permainan yang benar-benar menggangu. Contohnya setelah karakter utama mendapatkan sepeda untuk mendukung mobilitas. Ada momen force close yang memaksa gamer keluar dari permainan dengan sendirinya pada malam hari.
Contoh lainnya, gamer bisa tiba-tiba tersangkut di antara pepohonan atau bebatuan. Kadang karakter utama berhasil keluar dari jerat dengan melakukan beberapa lompatan. Kadang juga tidak berhasil sama sekali meski sudah melakukan berbagai cara.
Ini diperparah dengan absennya fitur save data kapan saja yang umumnya hadir di game-game life simulation belakangan ini sehingga gamer terpaksa mengulang cerita dari data terakhir yang tersimpan. Waktu pun terbuang percuma. Padahal, tidak semua gamer punya waktu yang luang.
SunnySide juga dilengkapi romance system untuk mendukung cerita. Sayangnya, sistem ini terlalu kaku. Karakter utama hanya bisa menjalin hubungan romantis dengan NPC yang sesuai preferensi. Jika karakter utama yang dibentuk gamer terlalu maskulin, maka NPC yang tidak suka dengan karakter seperti itu tidak bisa dipacari.
Perjalanan cinta di SunnySide yang terbatas kepada identitas gender ini cukup merugikan. Sebab, gamer hanya bisa menentukan hal itu pada awal permainan saat memasuki character customization. Gamer tidak bisa mengubah identitas gender di tengah jalan untuk mendekati karakter yang disukai.
Padahal, dalam banyak game serupa, terutama Persona yang menjadi inspirasi SunnySide, preferensi NPC dalam romance system baru bisa diketahui dengan pendekatan yang cukup. Ini seperti melakukan pendekatan dalam kehidupan nyata. Seseorang tidak akan mengenal seseorang lainnya tanpa berusaha mendekatinya lewat kehidupan sehari-hari.
Terlepas dari segala kekurangannya, developer game SunnySide sendiri untungnya punya semangat yang cenderung positif. Mereka berjanji untuk terus mengembangkan karya hingga menemukan bentuk terbaik. Sejauh ini, SunnySide boleh diberi nilai 2,5/5 dengan mempertimbangkan sisi positif dan negatif dari segi plot, gameplay, grafik, musik, dan penyutradaraan.