Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
PXL_20250711_065928106.jpg
Wijaya Kusumawardhana, Staf Ahli Menteri Bidang Sosial Ekonomi dan Budaya Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) (IDN Times/Misrohatun)

Intinya sih...

  • Aturan AI akan segera masuk tahap legislasi dalam waktu dekat.

  • Proses legislasi masih memerlukan waktu lama dan belum menentukan kiblatnya.

  • Perbandingan aturan AI di Eropa dan Inggris menjadi pertimbangan dalam menyusun roadmap AI untuk Indonesia.

Regulasi yang terkait dengan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) disebut akan masuk dalam tahap legislasi dalam waktu dekat. Konon, bakal aturan tersebut sudah dibahas lintas kementerian.

"Sebetulnya dalam waktu dekat. Berharap sih dalam akhir bulan ini sudah bisa atau awal bulan depan sudah masuk legislasi. Jadi sudah dibahas lintas kementerian," ujar Wijaya Kusumawardhana, Staf Ahli Menteri Bidang Sosial Ekonomi dan Budaya Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) dalam acara Ngopi Bareng di Jakarta, pada Jumat (11/07/2025).

Proses yang masih panjang

Menurutnya saat ini Direktorat Jenderal Ekosistem Digital sudah mengumpulkan berbagai kementerian dan lembaga untuk menemukan kesepakatan.

"Kalau sudah dapat hasilnya akan dibawa ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) untuk kemudian ada proses legislasi. Kita harapkan minimal bisa menjadi Peraturan Presiden (Perpres), syukur-syukur bisa setingkat di atasnya," jelas Wijaya.

Meski begitu, untuk melahirkan undang-undang baru, butuh proses yang lama. Sedangkan dinamika AI yang tergolong sudah tinggi dikatakan butuh penyelesaian lebih cepat guna mengatur tata kelola yang lebih baik.

Akan mengikuti Eropa?

Ilustrasi robot kecerdasan buatan (unsplash/Xu Haiwei)

Bagaimana dengan kiblatnya? Dikatakan bahwa Indonesia belum menentukan untuk mengikuti pendekatan dari negara-negara yang sudah lebih dulu mempunyai regulasi.

"Kita masih mencari pendekatan yang terbaik, kita belum memilih. Karena ini baru kita peroleh bulan lalu, ini masih dalam proses. Undang-Undang AI di Eropa ini saya kira cukup komprehensif. Tapi saya gak bisa menentukan ini memang terbaik. Kita akan mencoba terus dalam proses ini dan juga mendengarkan dari setiap model yang lain ," imbuhnya.

Komdigi akan mendengar masukan dari kementerian/lembaga lain karena harus integratif, di mana sistem yang dibuat harus berkesinambungan satu sama lain sehingga yang paling penting adalah bisa terkoneksi.

"Tapi saya tidak ingin mendahului bahwa memang ini yang terbaik. Nanti tunggu saja tanggal mainnya," tutup Wijaya.

Perbandingan aturan di Eropa dan Inggris

Adapun Undang-Undang AI di Uni Eropa mengklasifikasikan AI dalam tiga kategori utama:

  • AI yang dilarang (Prohibited AI)

  1. Sistem pengawasan massal.

  2. Pemeringkatan sosial warga negara.

  • AI berisiko tinggi (High-risk AI)

  1. AI dalam infrastruktur kritis.

  2. Layanan kesehatan.

  3. Demokrasi.

  4. Perlindungan HAM (harus dapat izin dan diawasi ketat).

  • AI wajib transparansi (Transparency AI)

  1. Pengguna harus diberitahu bahwa mereka berinteraksi dengan AI.

Sedangkan di Inggris aturannya lebih simpel karena menggunakan pendekatan bifokal yang dikembangkan oleh Alanturi Institute, di mana mereka akan menilai risiko sebelum dan sesudah mitigasi.

"Jadi sebelum sistem diterapkan, diperiksa dulu, diuji dulu. Dihitung apa risikonya dan dampaknya bagi manusia serta keselamatan," katanya, menambahkan bahwa dua sistem ini akan dipertimbangkan dalam menyusun roadmap AI untuk Tanah Air.

Editorial Team