Pernahkah kamu iseng curhat ke chatbot AI, seperti ChatGPT? Di saat gundah, membuka ChatGPT dan menumpahkan keluh kesah pada entitas yang terlihat sangat pengertian ini memang bisa terasa begitu melegakan. Fenomena ini membuat banyak orang berpikir, jika AI begitu pandai menjadi pendengar, mungkinkah ia bisa melangkah lebih jauh, misal menjadi terapis atau psikolog sungguhan? Bayangkan sebuah layanan terapi yang tersedia 24/7, murah, dan tanpa perlu membuat janji.
Ide ini terdengar sangat menggiurkan, mengingat tidak semua orang punya akses ke layanan kesehatan mental yang mumpuni. Ternyata, tim peneliti dari Stanford telah memikirkan skenario ini. Mereka melakukan penelitian yang hasilnya dituangkan dalam paper berjudul "Expressing stigma and inappropriate responses prevents LLMs from safely replacing mental health providers". Mari bedah beberapa temuan menarik dari studi ini!