Ilustrasi startup (Pexels/Startup Stock Photos)
Pendanaan privat di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, mencapai level terendah dalam enam tahun terakhir, mengikuti tren global yang menunjukkan adanya peningkatan biaya modal dan tantangan di sepanjang siklus pendanaan. Di Indonesia pendanaan privat turun sebesar 87 persen pada paruh pertama 2023 dibandingkan periode yang sama pada 2022.
Tantangan yang dihadapi seperti koreksi valuasi secara umum naik bertubi-tubi selama tahun 2021, ketidakpastian profitabilitas di beberapa perusahaan dan kurang kondusifnya situasi pasar modal dapat menyulitkan investor untuk melakukan exit.
Walaupun investor kian selektif dalam menanamkan modal di segmen ini, cadangan dana (dry powder) di Asia Tenggara masih menggembung menjadi USD 15,7 miliar (Rp 245 triliun) pada akhir 2022, dari USD 12,4 miliar (Rp 194 triliun) pada 2021.
Hal ini mengindikasikan perlu adanya 'bahan bakar' untuk mendorong pertumbuhan lebih lanjut. Untuk Tanah Air sendiri, penurunan paling kecil terjadi pada pendanaan tahap awal. Layanan keuangan digital tetap menjadi sektor investasi utama karena potensi monetisasinya yang tinggi. Sektor-sektor baru juga mengalami kenaikan investasi, menandakan bahwa investor ingin melakukan diversifikasi portofolio.
Temasek tetap optimistis terhadap masa depan ekonomi digital Asia Tenggara dan akan terus mengerahkan modal katalisator untuk mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan dan inklusif sehingga semua generasi dapat mencapai kesejahteraan.