Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

4 Festival Perahu Dayung di Indonesia: Lokasi, Sejarah, dan Waktu Diselenggarakan

miniatur perahu Pacu Jalur (google.com/Kemenparekraf RI)
miniatur perahu Pacu Jalur (google.com/Kemenparekraf RI)

Indonesia memiliki banyak festival daerah yang rutin diadakan setiap tahun. Salah satunya adalah festival perahu dayung. Kondisi geografis daerah setempat yang memiliki sungai yang lebar, panjang, dan cukup dalam, tentunya sangat mendukung diadakannya acara tersebut.  

Penasaran dimana saja festival perahu dayung di Indonesia, asal mula, dan waktu diselenggarakannya ? Yuk simak ulasannya berikut ini.

1. Pacu Jalur

Pacu Jalur (google.com/Kemenpar RI)
Pacu Jalur (google.com/Kemenpar RI)

Pacu Jalur merupakan lomba dayung tradisional khas dari daerah Kuantan Singingi (Kuansing), Riau. Jalur adalah sebutan masyarakat setempat untuk perahu. Dahulunya, perahu menjadi sarana transportasi andalan masyarakat Kuasing untuk mengangkut hasil bumi dan hasil hutan dengan melintasi Sungai Batang Kuantan.

Kebiasaan menggunakan perahu inilah yang menjadi awal lomba Pacu Jalur. Pada zaman penjajahan Belanda, Pacu Jalur diadakan untuk memeriahkan hari ulang tahun Ratu Wilhemina. Sejak kemerdekaan Indonesia, Pacu Jalur diadakan untuk merayakan HUT RI.

Perahu yang digunakan pada lomba dayung ini terbuat dari kayu gelondongan dengan panjang sekitar 25 – 40 m. Jumlah pendayung di setiap perahu adalah 40 – 60 orang. Wah, pantas saja acaranya sangat meriah ya!

2. Lomba Perahu Bidar

Lomba Perahu Bidar (google.com/Pemerintah Kota Palembang)
Lomba Perahu Bidar (google.com/Pemerintah Kota Palembang)

Lomba ini merupakan lomba dayung perahu khas dari Palembang yang melintasi Sungai Musi. Sejarah perahu bidar sudah melekat dari era Kesultanan Palembang Darussalam. Untuk menjaga keamanan wilayah Palembang yang dikelilingi oleh banyak sungai dan anak-anaknya, Kesultanan Palembang Darussalam membentuk patroli sungai dengan menggunakan perahu yang lajunya cepat.

Saat itu perahu patroli ini disebut perahu pancalang. Berasal dari kata pancal yang berarti lepas landas dan kata lang/ilang  yang berarti menghilangsehingga pancalang berarti ‘perahu yang menghilang dengan cepat’. Perahu pancalang memiliki panjang 10 – 20 m, dengan lebar 1,5 – 3 m. Perahu ini dikayuh oleh 8 – 30 orang dan mampu menampung hingga 50 orang.

Karena bermuatan cukup besar, sultan dan pangeran di Palembang kadang menggunakan perahu pancalang untuk berwisata. Perahu pancalang inilah yang menjadi asal mula perahu bidar. Agar terjaga kelestariannya, pihak kesultanan mengadakan Lomba Perahu Bidar. Pada zaman penjajahan Belanda, lomba ini hanya diadakan saat kedatangan ratu dan keluarga kerajaan Belanda.

Saat ini ada dua jenis perahu bidar, yaitu :

Perahu bidar prestasi: Panjang 12,7 m, lebar 1,2 m, dan tinggi 60 cm. Jumlah pendayung 24 orang (22 orang pendayung inti dan 2 orang penyemangat). Perahu jenis ini bisa dilihat pada HUT Kota Palembang di setiap tanggal 17 Juni.

Perahu bidar tradisional: Panjang 29 m, lebar 1,5 m, dan tinggi 80 cm. Jumlah pendayung 57 orang (55 orang pendayung inti dan 2 orang penyemangat). Perahu ini dapat disaksikan pada perayaan HUT RI.

3. Festival Perahu Naga Peh Cun

Festival Perahu Naga Peh Cun (google.com/Pemerintah Kota Tangerang)
Festival Perahu Naga Peh Cun (google.com/Pemerintah Kota Tangerang)

Festival perahu ini merupakan bagian dari perayaan Peh Cun oleh masyarakat Cina Benteng, yang tinggal di sekitar Sungai Cisadane, Tangerang. Disebut Cina Benteng karena dulunya pernah berdiri benteng VOC di daerah ini. Di beberapa negara termasuk Indonesia, perayaan Peh Cun diperingati setiap tanggal 5 bulan 5 dalam penanggalan Konghucu.

Peh Cun memiliki arti ‘tradisi lomba perahu’ (berasal dari kata peh yang berarti dayung atau mendayung dan cun yang berarti perahu). Perayaan Peh Cun di Tangerang, termasuk salah satu yang tertua di Indonesia karena sudah diadakan sejak tahun 1700-an.

Dalam lomba ini, selain perahu naga (perahu yang dihias), ada juga lomba perahu pakpak (perahu tanpa hiasan). Disebut perahu naga karena perahu dihias dengan hiasan kepala naga pada bagian depan dan hiasan ekor naga pada bagian belakang.

4. Lomba Balap Jukung

Lomba Balap Jukung (google.com/Media Center Provinsi Kalimantan Selatan)
Lomba Balap Jukung (google.com/Media Center Provinsi Kalimantan Selatan)

Jukung merupakan perahu khas tradisional masyarakat suku Banjar, Kalimantan Selatan. Dahulu, jukung paling sederhana dibuat dari batang kayu utuh yang dibelah menjadi dua dan dikerok bagian tengahnya menggunakan perkakas dari batu. Pembuatan Jukung memerlukan keahlian khusus, karena tidak menggunakan paku, hanya menggunakan pasak kayu ulin.

Jukung menjadi transportasi andalan suku Banjar untuk beraktivitas, mulai dari mengangkut hasil pertanian dan hutan, mencari ikan, dan berdagang. Pasar Terapung Lok Baintan yang sudah ada sejak tahun 1530 Masehi berlangsung di atas jukung.

Lomba Balap Jukung sendiri sudah diadakan sejak tahun 1924. Ukuran jukung bila dibandingkan dengan ukuran perahu dari tiga daerah lainnya di atas, memang jauh lebih kecil. Dalam satu jukung berisi enam orang pendayung dan menempuh jarak sekitar 400 m. Lomba ini diadakan untuk memeriahkan acara HUT Kota Banjarmasin dan HUT RI.

Keempat festival perahu dayung di atas menjadi bentuk kepedulian dan kebanggaan masyarakat setempat untuk melestarikan budaya perahu tradisional. Acara ini juga bisa melahirkan dan mengasah kemampuan pendayung profesional, serta tentunya menggeliatkan sektor ekonomi dan pariwisata lokal.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Febrianti Diah Kusumaningrum
EditorFebrianti Diah Kusumaningrum
Follow Us

Latest in Travel

See More

10 Negara Paling Bersih di Dunia 2025, Bikin Betah Tinggal Lama!

03 Sep 2025, 16:45 WIBTravel