Lomba Perahu Bidar (google.com/Pemerintah Kota Palembang)
Lomba ini merupakan lomba dayung perahu khas dari Palembang yang melintasi Sungai Musi. Sejarah perahu bidar sudah melekat dari era Kesultanan Palembang Darussalam. Untuk menjaga keamanan wilayah Palembang yang dikelilingi oleh banyak sungai dan anak-anaknya, Kesultanan Palembang Darussalam membentuk patroli sungai dengan menggunakan perahu yang lajunya cepat.
Saat itu perahu patroli ini disebut perahu pancalang. Berasal dari kata pancal yang berarti lepas landas dan kata lang/ilang yang berarti menghilangsehingga pancalang berarti ‘perahu yang menghilang dengan cepat’. Perahu pancalang memiliki panjang 10 – 20 m, dengan lebar 1,5 – 3 m. Perahu ini dikayuh oleh 8 – 30 orang dan mampu menampung hingga 50 orang.
Karena bermuatan cukup besar, sultan dan pangeran di Palembang kadang menggunakan perahu pancalang untuk berwisata. Perahu pancalang inilah yang menjadi asal mula perahu bidar. Agar terjaga kelestariannya, pihak kesultanan mengadakan Lomba Perahu Bidar. Pada zaman penjajahan Belanda, lomba ini hanya diadakan saat kedatangan ratu dan keluarga kerajaan Belanda.
Saat ini ada dua jenis perahu bidar, yaitu :
Perahu bidar prestasi: Panjang 12,7 m, lebar 1,2 m, dan tinggi 60 cm. Jumlah pendayung 24 orang (22 orang pendayung inti dan 2 orang penyemangat). Perahu jenis ini bisa dilihat pada HUT Kota Palembang di setiap tanggal 17 Juni.
Perahu bidar tradisional: Panjang 29 m, lebar 1,5 m, dan tinggi 80 cm. Jumlah pendayung 57 orang (55 orang pendayung inti dan 2 orang penyemangat). Perahu ini dapat disaksikan pada perayaan HUT RI.