katak endemik di Pantepui (instagram.com/juan_diasparra)
Tepui terisolasi dari dataran utama karena jalur pendakiannya yang sangat terjal, bahkan vertikal sehingga hanya bisa dijamah oleh pendaki yang sudah berpengalaman. Beberapa penjelajah bisa menggunakan helikopter untuk bisa mencapai puncak tepui.
Kondisi geografis ini yang kemudian memunculkan beberapa hipotesis seperti yang dirangkum oleh Salerno, dkk. dalam laporan penelitian mereka. Pertama, hipotesis "The Lost World" yang percaya bahwa ada banyak hewan purba yang mendiami tepui karena sejumlah studi berhasil membuktikan bahwa biodiversitas di dataran tinggi jauh lebih besar dibandingkan dataran rendah.
Hipotesis kedua adalah "Island-Hopping" yang meyakini bahwa hewan bisa berpindah dari dataran ke tepui, bisa secara aerial dilakukan oleh serangga dan burung atau melalui aliran sungai. Ketiga, "Habitat Shift" di mana ilmuwan percaya bahwa hewan dari dataran rendah yang berhasil pindah ke tepui dan mengalami evolusi agar bisa beradaptasi dengan iklim baru.
Hipotesis terakhir yang muncul adalah "Vertical Displacement". Merujuk Valenti Rull dalam jurnal Global Ecology and Biogeography, hipotesis ini percaya bahwa pergerakan vertikal yang terjadi di masa Pleistosen (zaman es) akan menghasilkan perubahan genetik dan evolusi spesies.
Apapun itu, keragaman hayati di tepui memang tercatat cukup kaya. Masih merujuk tulisan Rull di tahun 2004 itu, ilmuwan dan penjelajah berhasil mengidentifikasi lebih dari 2000 spesies di tepui, 33 persen atau sepertiga di antaranya adalah endemik. Salah satu yang sering dijadikan objek penelitian adalah katak dari genus Stefania dan Tepuihyla. Menurut seorang pakar biologi bernama Bruce Means yang melakukan penjelajahan di komplek tepui bersama National Geographic, tepui ini seperti Galapagos, tetapi jauh lebih tua dan lebih sulit dipelajari.