Tari Gandrung menjadi event pertama yang paling ditunggu-tunggu oleh para wisatawan, baik lokal maupun manca. Dijuluki sebagai Kota Gandrung, Banyuwangi serta ikon penari gandrung memang tak dapat dipisah kaitannya.
Kata 'gandrung' merujuk pada arti kagum, melukiskan keadaan masyarakat Blambangan yang amat mengagumi dewi yang cantiknya tiada tara, Dewi Sri, yang dipercayai sebagai dewi kesuburan serta kesejahteraan bagi masyarakat agraris.
Konon, Tari Gandrung ini tercipta dari sejarah yang amat panjang serta pilu, yakni ketika pecahnya Perang Bayu antara masyarakat Blambangan melawan kompeni. Dahulu, tari ini digunakan sebagai alat perjuangan masyarakat untuk mendirikan kembali ibukota Blambangan yang porak-poranda. Namun kini, tarian ini lebih dipertumjukkan sebagai bentuk rasa syukur atas panen hasil bumi yang berlimpah.
Festival Gandrung Sewu sendiri merupakan pagelaran tari kolosal yang tak hanya menampilkan keeksotisan karya seni, atau bentuk penghormatan terhadap Dewi Sri saja.
Lebih dari itu, festival akbar ini lebih menyiratkan makna bahwa dalam melestarikan budaya dibutuhkan kerjasama dari semua pihak. Untuk itulah dipilih angka seribu sebagai jumlah penari wanita yang merupakan perwakilan dari seluruh belahan Banyuwangi.