TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kisah Unik di Balik Oleh-oleh Kekinian Khas Dolly Surabaya

Sekarang bisa nge-trip gratis di Dolly, lho

Keripik Samijali khas Dolly Surabaya. (IDN Times/Dewi Suci)

Gang Dolly sempat menjadi "ikon" Surabaya, Jawa Timur, karena popularitasnya. Sebelum ditutup pada 2014, Dolly menjadi kawasan prostitusi terbesar se-Asia Tenggara.

Namun, kondisi Gang Dolly telah berubah setelah ditutup mantan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini pada 2014. Dari tempat prostitusi, kini menjadi jujugan wisata yang unik.

Kita bisa napak tilas sejarah Dolly yang tak pernah sepi sambil berkeliling naik sepeda di sana. Bahkan, sekarang sudah ada pusat oleh-oleh khas Dolly yang menarik bagi wisatawan. 

Seorang pegiat Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Sentra Dolly Surabaya, Dwi Prihatin Yuliastuti, berbagi cerita tentang pengalamannya mengelola aneka makanan sebagai oleh-oleh khas Dolly. Dia berhasil mengembangkan usahanya sekaligus bertahan usai penutupan Dolly, terlebih di masa pandemik seperti sekarang. 

Seperti apa kisahnya? Yuk, simak kisah menariknya di bawah ini!

1. Bertahan di tengah pandemik

Produk oleh-oleh khas Dolly Surabaya. (IDN Times/Dewi Suci)

Situasi pandemik memaksa kita untuk tetap bertahan di tengah "badai." Tak terkecuali para UMKM di Gang Dolly Surabaya. Selama pandemik, kunjungan ke Dolly jadi lebih sepi. Otomatis sentra oleh-oleh, DS Point, Dolly pun terdampak.

Oleh karena itu, kata Dwi, yang bisa dilakukan para pegiat UMKM di Gang Dolly tetap berlatih untuk mengembangkan usahanya. Kesempatan ini dimanfaatkan untuk mengeksplor keterampilan para warga.

Selain itu, karena kunjungan tak seramai biasanya, DS Point akhirnya memberi diskon harga makanan-makanan yang ada di DS Point. Dwi pun memerhatikan tanggal kedaluwarsa setiap sebulan dua kali. 

"Biasanya harga Rp12 ribu, jadi Rp10 ribu supaya cepat terjual. Momennya pun sedang Valentine, lumayan ada yang membeli," kata Dwi kepada IDN Times, Kamis, (18/2/2021).

2. Ragam oleh-oleh khas Dolly

Produk oleh-oleh khas Dolly Surabaya. (IDN Times/Dewi Suci)

Sebelum ditutup, DS Point merupakan wisma karaoke yang cukup tersohor di Dolly. Namun kini, DKPP (Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan) Kota Surabaya telah "menyulapnya" menjadi mata pencaharian warga yang lebih positif.

DS Point berisi kumpulan hasil produksi UMKM Gang Dolly Surabaya. Adapun barang yang dijual berupa batik, aksesoris khas Dolly, tas, hingga peralatan dapur yang unik. Untuk makanan dan minumannya, ada Sambal Ijo Herdy, Keripik Samijali, Tempe Bang Jarwo, Bumbu Rujak Cak Mimin, Black Garlic, Keripik Criukz Orumy minuman rumput laut, puding sedot, Oma Jamu Pakde, dan bumbu nasi bakar. 

Semua produk merupakan hasil produksi warga Dolly. Spesialnya lagi, penjual yang menaruh produknya di DS Point tidak dikenakan biaya sewa atau potongan bagi hasil keuntungan. "Naruh di sini gratis dan semua keuntungan untuk penjualnya," ujar Dwi.

Hanya saja, kata Dwi, tantangan untuk "meramaikan" DS Point yakni masih banyak warga Dolly yang ingin berjualan sendiri di pinggir jalan. "Katanya lebih ramai, karena banyak orang lewat, kan. Kalau di DS Point kan lebih banyak menggantungkan ke kunjungan, jadi mereka menganggapnya sepi," ujarnya.

Baca Juga: Risma Resmikan Pasar Burung dan Gantangan Permintaan Warga Eks Dolly

3. Keripik Samijali menjadi produk favorit

Produk oleh-oleh khas Dolly Surabaya. (IDN Times/Dewi Suci)

Dwi menceritakan salah satu produk paling favorit yakni Keripik Samijali. Berupa keripik samiler khas Surabaya yang dikemas menjadi lebih kekinian dan beragam rasa. Di antaranya rasa original, keju, sapi panggang, dan balado. 

Samijali sendiri memiliki history yang unik. Berasal dari kepanjangan "samiler Jarak Dolly." Selain kemasannya menarik, biasanya orang tertarik membeli karena seakan sejarah Dolly. 

Bahkan, Samijali pernah menembus pasar internasional, lho. "Pernah ke Belanda. Ada mahasiswa Indonesia yang studi di sana, jadi mereka ikut memopulerkannya," tutur Dwi.

4. Penghasilan tak sebanyak dulu

Salah satu pusat pelatihan warga Dolly Surabaya. (IDN Times/Dewi Suci)

Memproduksi oleh-oleh khas Dolly ini gak bisa sembarangan. Warga harus mengikuti serangkaian pelatihan terlebih dahulu, supaya bisa menghasilkan produk makanan yang berkualitas. Pasalnya, mayoritas warga Gang Dolly dulunya berjualan beer, membuka wisma karaoke, dan sejenisnya.

Dwi berkata, "Kami memiliki pemikiran ingin berubah, gak ingin terus-terusan terpuruk. Jadi ada pelatihan dan penuh tantangan.

Meski pendapatan dari berjualan produk-produk ini gak sebesar masa kejayaan Dolly dahulu, warga tetap merasa senang. "Dulu uangnya banyak, sehari bisa jutaan. Tapi gak tahu, uangnya kok habis terus," tutur Dwi. "Sekarang gak sebanyak dulu, tapi rasanya lebih berkah dan bahagia. Bisa tetap hidup dan nabung."

Baca Juga: 5 Tahun Lokalisasi Dolly Tutup, Warga Tuntut Kebangkitan Ekonomi

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya