5 Ciri Wisata Korea Utara yang Gak Kamu Temukan di Negara

- Pemerintah mengontrol semua aspek perjalanan wisatawan, termasuk agen travel resmi dan pengawasan di hotel
- Propaganda menjadi bagian dari objek wisata, dengan narasi nasionalisme dan ideologi yang disampaikan di museum dan monumen
- Pyongyang didandani sebagai etalase nasional, menampilkan infrastruktur rapi dan warga lokal berpakaian rapi
Meski bukan jadi destinasi populer bagi banyak orang, tapi Korea Utara ternyata menyimpan pengalaman unik yang sulit ditemukan di negara lain. Adanya batasan ketat dan kontrol pemerintah justru membentuk nuansa wisata yang berbeda dari kebanyakan tempat di dunia, sehingga membuat orang-orang penasaran dengan negara beribukota Pyongyang tersebut
Bukan sekadar soal destinasi atau pemandangan indah, karakter khas Korea Utara terlihat dari bagaimana tur dijalankan, bagaimana masyarakat tampil di depan wisatawan, hingga bagaimana sejarah disampaikan melalui narasi resmi negara. Semua aspek tersebut menyatu dalam satu paket perjalanan yang dikendalikan penuh, menjadikan wisata ke sana bukan sekadar liburan, tapi juga pengalaman sosio-politik yang langka.
Kalau kamu sadari, berikut lima ciri khas wisata Korea Utara yang tak akan kamu temukan di negara lain. Unik dan menarik banget, gak heran kalau banyak orang yang pengin ke Korea Selatan.
1. Pemerintah mengontrol semua aspek perjalanan wisatawan

Setiap turis yang berkunjung ke Korea Utara hanya bisa masuk melalui agen travel resmi yang telah disetujui pemerintah. Tidak ada ruang untuk bepergian atau menjelajah sendiri, karena setiap kegiatan telah dijadwalkan dan ditemani oleh pemandu lokal yang ditugaskan secara khusus. Saat menginap di hotel, pengawasan tetap berlaku, meskipun tidak terasa mencolok.
Pemandu akan mengarahkanmu ke tempat-tempat tertentu, tanpa diberi kebebasan mampir ke lokasi di luar rencana. Semua komunikasi ke luar negeri juga dibatasi, baik dari segi internet maupun sinyal seluler. Hal ini menjadikan pengalaman wisata bukan hanya soal destinasi, melainkan bagaimana seluruh perjalanan dipresentasikan dalam kerangka yang diatur ketat oleh negara.
2. Propaganda menjadi bagian dari objek wisata

Banyak destinasi wisata di Korea Utara yang tidak semata-mata menawarkan keindahan atau sejarah, tapi juga menyampaikan narasi nasionalisme dan ideologi. Museum, monumen, hingga mural di ruang publik kerap mengangkat tokoh pemimpin dan kisah perjuangan negara dalam menghadapi “musuh asing.” Hal ini bukan sekadar ornamen, tapi bagian dari strategi membentuk persepsi pengunjung.
Sebagai wisatawan, nantinya kamu akan dibawa ke destinasi tertentu, seperti Kumsusan Palace of the Sun atau Mansudae Grand Monument, yang menggambarkan bagaimana penghormatan terhadap pemimpin negara di Korea Utara. Tidak hanya melihat, kamu juga diharapkan menunjukkan rasa hormat, seperti membungkuk di depan patung. Hal semacam ini jelas bukan pengalaman yang bisa ditemukan di negara lain, karena menggabungkan wisata dengan ritual ideologis yang terstruktur.
3. Pyongyang didandani sebagai etalase nasional

Berbeda dari daerah lainnya, ibu kota Pyongyang dipoles secara maksimal untuk menciptakan citra positif di mata wisatawan asing. Infrastruktur tertata rapi, gedung-gedung tampak megah, dan kebersihan dijaga secara konsisten. Penampilan ini memang disengaja agar menunjukkan kemajuan negara, meskipun tidak mewakili kondisi seluruh wilayah Korea Utara secara utuh.
Kamu akan melihat jalanan lebar dengan sedikit kendaraan, taman umum yang dihiasi bunga warna-warni, dan warga lokal yang berpakaian rapi. Semua ini bagian dari program pemerintah yang menampilkan “wajah terbaik” negara. Pyongyang berfungsi layaknya sebuah tempat dengan sisi yang ingin mereka perlihatkan kepada dunia luar.
4. Interaksi dengan warga lokal sangat terbatas

Saat berwisata ke Korea Utara, kamu tidak bisa berbicara secara bebas dengan warga lokal di sana. Hampir semua interaksi akan difasilitasi oleh pemandu. Kesempatan melihat kehidupan sehari-hari warga hanya bisa dilakukan dari kejauhan, misalnya, saat melewati desa dengan bus atau mengamati kereta yang sedang penuh penumpang.
Bukan karena masyarakat Korea Utara tidak ramah, tapi dikarenakan negara ingin menjaga narasi tentang realitas hidup di sana. Meskipun kamu tertarik untuk mengenal lebih dalam, aksesnya memang sangat dibatasi. Ketertutupan ini menjadikan wisata di Korea Utara justru terasa makin menarik untuk disambangi.
5. Dokumentasi wisata diatur sesuai aturan negara

Memotret atau merekam video selama berwisata di Korea Utara juga tidak bisa dilakukan sembarangan, lho. Ada banyak larangan, mulai dari tidak boleh memotret objek militer, pekerja konstruksi, atau warga dalam situasi tertentu. Bahkan mengambil gambar dari sudut yang dianggap tidak sopan terhadap patung pemimpin negara pun bisa dianggap pelanggaran serius.
Sebelum meninggalkan negara, petugas bisa saja memeriksa kamera atau ponsel untuk memastikan tidak ada dokumentasi yang dianggap sensitif. Aturan ini tentu sangat berbeda dengan destinasi lain di mana wisatawan bebas berbagi apa pun di media sosial. Di Korea Utara, kamu harus mematuhi pedoman yang berlaku jika tidak ingin mengalami kesulitan saat keluar dari negara tersebut.
Wisata Korea Utara menawarkan pengalaman tak biasa, karena dilakukan di luar kebiasaan agenda wisata pada umumnya. Setiap sudut, interaksi, dan peraturan menyiratkan sistem yang terstruktur kuat dan mencerminkan pendekatan negara dalam membentuk citra diri. Jika kamu mencari sesuatu yang berbeda dan bersedia menjalani perjalanan dengan banyak batasan, Korea Utara bisa jadi destinasi yang meninggalkan kesan panjang.