Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
para pendaki yang berkemah gak jauh dari puncak Gunung Rinjani (unsplash.com/Sander Traa)

Gunung Rinjani dikenal sebagai gunung dengan pemandangan cantik, sekaligus juga jadi salah satu yang tertinggi di Indonesia. Gak dipungkiri, pesona gunung ini menggoda banyak pendaki untuk menaklukkan puncaknya. Gak hanya pendaki Indonesia, bahkan banyak turis asing berlomba-lomba mendaki salah satu gunung tertinggi di Indonesia ini.

Namun meski welcome terhadap siapapun yang datang, harus diakui bahwa Gunung Rinjani bukan untuk semua orang. Jika kamu pemula dalam dunia pendakian, Rinjani sebaiknya gak masuk dalam list tujuan kamu. Kenapa begitu? Berikut alasannya!

1. Pendakian panjang yang memakan waktu belasan jam

gambar seorang pendaki di jalur pendakian Gunung Rinjani (unsplash.com/Sander Traa)

Dengan ketinggian 3.726 mdpl, Rinjani jelas memiliki jalur pendakian yang panjang dan melelahkan. Sebetulnya untuk mencapai puncaknya, kamu bisa memilih satu dari enam jalur pendakian yang tersedia. Meski setiap jalur memiliki karakteristik yang berbeda-beda, namun hampir semuanya membutuhkan waktu sekitar 3 hari perjalanan.

Jalur pendakian Sembalun misalnya, kamu membutuhkan waktu 2 hari untuk naik ke puncak dan 1 hari tambahan untuk kembali ke basecamp. Di hari pertama, kamu akan memulai pendakian dari Desa Sembalun Lawang dengan tujuan akhir Plawangan Sembalun yang memakan waktu sampai 12 jam. Belum lagi perjalanan ke puncak di hari kedua yang membutuhkan waktu sekitar 4 sampai 5 jam perjalanan. Gak kebayang capeknya seperti apa!

2. Jalur pendakian yang ekstrim 

gambar Jalur Letter E Rinjani (instagram.com/andrearamadhaan)

Seperti dua mata koin yang berbeda, Rinjani memang terkenal dengan pemandangannya. Belum sampai puncaknya pun, kamu akan menemukan banyak panorama yang indah. Mulai dari sabana hijau sampai Danau Segara Anak. Namun di sisi lain, jalur pendakian Gunung Rinjani juga sangat ekstrem di beberapa titik. Salah satunya adalah sebuah jalur menyerupai huruf E yang berada tepat sebelum puncak.

Letter E Rinjani sendiri adalah jalur berpasir dan curam dengan kemiringan hampir 80 derajat. Seolah belum cukup, jalur ini juga sangat sempit dengan jurang menganga di kanan dan kiri jalur. Di jalur ini, para pendaki harus ekstra hati-hati supaya gak terpeleset. Gak heran kalau para pendaki membutuhkan waktu beberapa jam hanya untuk melewati jalur ekstrem satu ini

.

3. Cuaca yang berubah-ubah dengan cepat

gambar kabut di tempat kemping Rinjani (unsplash.com/Sander Traa)

Waktu terbaik untuk berkunjung ke Gunung Rinjani adalah di musim kemarau antara bulan April hingga Oktober. Di bulan-bulan ini pendakian memang terasa menyiksa dengan suhu panas, terutama ketika melewati sabana yang luas tanpa timbunan pepohonan. Meski begitu, jalur pendakian gak licin sehingga lebih mudah dilewati. Sayangnya sama seperti kebanyakan gunung lain, cuaca di Gunung Rinjani juga sulit diprediksi.

Perjalanan dari pos ke pos bisa saja panas, namun gak jarang kamu justru dihadang badai di jalur menuju puncak. Badai, angin kencang, plus kabut tebal bikin perjalanan menuju puncak Gunung Rinjani jadi semakin berbahaya. Di cuaca buruk seperti ini, para pendaki akan lebih memilih stay di Plawangan Sembalun, bahkan gak sedikit yang menyerah dan akhirnya pulang sebelum sempat mencapai puncak. 

Gunung Rinjani memang bukan gunung sembarangan. Oleh karena itu, alih-alih pemula, gunung satu ini lebih cocok untuk mereka yang sudah berpengalaman. Jika kamu pemula, kamu bisa mencoba gunung lain yang lebih rendah sebelum mencoba menantang diri ke Gunung Rinjani. Jangan lupa siapkan fisik dengan melakukan olahraga rutin satu atau dua minggu sebelum pendakian dimulai. Percaya deh, itu bakal membantu banget selama perjalanan kamu di Rinjani. Terakhir, jangan lupa untuk selalu hati-hati, ya!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team