Potret Festival Bau Nyale di Lombok Tengah. (dok. IDN Times)
Bau Nyale merupakan sebuah ritual adat yang sudah turun-temurun dilakukan masyarakat Lombok. Hal ini berawal dari kisah Putri Mandalika, anak perempuan Raden Panji Kusuma dan Dewi Seranting dari Kerajaan Sekar Kuning di negeri Tonjeng Beru. Sang putri dikenal memiliki paras yang cantik, suka menolong, dan sangat dicintai rakyatnya.
Kecantikan Putri Mandalika pun terdengar di kalangan pangeran dan bangsawan dari kerajaan lain. Hal ini menimbulkan persaingan untuk mendapatkan sang putri dan mengancam kerukunan masyarakat Lombok.
Tidak ingin ada perpecahan, Putri Mandalika pun bersemedi dan mendapat petunjuk untuk mengundang seluruh orang yang hendak mempersuntingnya di Bukit Seger. Alih-alih menentukan jodohnya, sang putri mengatakan bahwa ia sangat mencintai masyarakat Lombok dan langsung menceburkan diri ke dalam laut. Semua orang yang hadir berlomba-lomba menyelamatkannya, tapi hasilnya nihil.
Setelah kepergian Putri Mandalika, tiba-tiba muncul banyak sekali cacing warna-warni di pantai tersebut. Masyarakat setempat menyebutnya sebagai nyale, dan sejak saat itu mereka percaya bahwa nyale adalah jelmaan rambut Putri Mandalika.
Sebagai bentuk penghormatan untuknya, diadakanlah ritual adat setiap 20 bulan 10 menurut kalender Sasak, yang bertepatan dengan waktu kepergian Putri Mandalika. Dalam Bahasa Sasak, "bau" artinya menangkap. Jadi, secara harfiah, makna dari bau nyale adalah menangkap cacing laut.