Kenapa Jepara disebut Kota Ukir?

Jepara dikenal sebagai pusat seni ukir kayu terkemuka di Indonesia, bahkan dijuluki sebagai 'Kota Ukir' karena keahlian para pengrajinnya yang telah diwariskan turun-temurun. Seni ukir kayu Jepara telah menjadi identitas budaya sekaligus penggerak ekonomi.
Reputasi ini tidak muncul begitu saja, melainkan didukung oleh beberapa faktor. Penasaran apa saja alasan yang membuat Jepara sebagai Kota Ukir? Simak penjelasannya di bawah ini.
1. Memiliki sejarah seni ukir yang panjang

Pada zaman pemerintahan Ratu Kalinyamat (1521-1546), seni ukir berkembang pesat. Ratu Kalinyamat memerintahkan menteri bernama Sungging Badarduwung untuk memperindah Masjid Mantingan dan Makam Jirat dengan ukiran.
Ketika di zaman Raden Ajeng Kartini, beliau mengembangkan seni ukir kayu di Jepara. Kartini meminta masyarakat Jepara membuat berbagai macam ukiran, seperti meja, pigura, tempat perhiasan, dan masih banyak lagi. Barang tersebut kemudian dijual Kartini ke Semarang dan Jakarta
2. Menjadi salah satu sentra industri ukir kayu terbesar di Indonesia

Jepara dikenal sebagai produsen furnitur ukir terbesar di Indonesia, menyumbang sekitar 80% ekspor mebel nasional. Kabupaten ini menjadi jantung industri kerajinan kayu, dengan Desa Mulyoharjo sebagai salah satu pusat produksi utama.
Di sini ribuan pengrajin bekerja di berbagai skala usaha, mulai dari home industry hingga pabrik besar yang melayani pasar domestik dan internasional. Kayu jati khas Jepara menjadi primadona karena teksturnya padat, memiliki serat indah, dan ketahanannya yang tinggi. Namun, untuk memenuhi permintaan pasar, pengrajin juga menggunakan kayu alternatif, seperti mahoni, sonokeling, dan trembesi.
3. Keberagaman motif ukiran yang unik

Motif tradisional, seperti Majapahit didominasi oleh sulur daun dan bunga teratai yang sering ditemukan pada tempat tidur atau ornamen rumah adat. Sementara itu, ada motif yang memadukan keindahan bunga dengan burung-burung simbolis seperti merak atau phoenix, yang menciptakan kesan elegan dan hidup.
Untuk motif religius seperti Arabesan menampilkan pola geometris dan kaligrafi Arab yang kerap menghiasi mimbar masjid, sedangkan untuk patung dewa-dewi dibuat khusus untuk memenuhi permintaan pasar Bali dan ekspor. Perkembangan zaman juga menciptakan motif modern yang disesuaikan dengan selera pasar global.
Motif minimalis dengan garis sederhana digemari oleh pasar Eropa yang menyukai kesan simpel namun estetik. Motif alam bebas seperti bentuk daun, gelombang laut, atau hewan laut banyak dipesan oleh negara kepulauan yang mengapresiasi nuansa natural.
4. Ditetapkan secara resmi sebagai Kota Ukir

Pemerintah secara resmi menetapkan Jepara sebagai Kota Ukir melalui berbagai kebijakan dan kegiatan. Pengakuan ini diperkuat dengan ditetapkannya 16 Mei sebagai Hari Mebel Nasional, yang diperingati setiap tahun di Jepara untuk menghargai kontribusi para pengrajin mebel bagi perekonomian nasional.
Selain itu, Festival Ukir Jepara menjadi ajang tahunan yang memamerkan karya-karya terbaik pengrajin lokal sekaligus menyelenggarakan kompetisi desain untuk mendorong inovasi. Melalui festival ini, pemerintah dan pelaku industri berupaya melestarikan seni ukir tradisional sekaligus mempromosikannya ke pasar global.
Jepara pantas menyandang gelar Kota Ukir bukan hanya karena warisan sejarahnya, tetapi juga karena kontribusi yang nyata dalam industri mebel nasional dan global. Dengan kreativitas yang tak lekang waktu, Jepara bukan sekadar kota penghasil ukiran, melainkan simbol keunggulan budaya Indonesia yang diakui dunia.